Sukses

Guru Besar UI Khawatir China Tutupi Kasus ABK Dibuang ke Laut yang Trending di Korsel

Guru Besar UI Hikmahanto Juwana khawatir China tutupi kasus ABK WNI yang diduga terkait perbudakan dan pembuangan jenazah.

Liputan6.com, Jakarta Guru Besar Hukum Internasional UI Hikmahanto Juwana meminta agar ada investigasi terkait dugaan perbudakan dan pembuangan jenazah ABK Indonesia yang bekerja di kapal berbendera China. Informasi ini sempat membuat heboh Korea Selatan.

Pasalnya, pihak pemerintah China mengaku tidak ada pembuangan jenazah, melainkan pelarungan. Selain itu, ABK dari Indonesia juga diduga bekerja hingga 30 jam.

Hikmahanto meminta agar Indonesia melakukan verifikasi dan meminta keterangan yang lengkap terkait dugaan perbudakan dan pembuangan jenazah ABK. Meski pihak China berkata tak ada pelanggaran, ia menilai Indonesia tetap harus verifikasi.

"Perlu ditanyakan apakah ini dibuang atau pelarungan, karena saya dengar dari pemerintah China itu adalah pelarungan, cuman kan kita harus memastikan," ujar Hikmahanto kepada Liputan6.com, Kamis (7/5/2020).

"Verifikasi apakah ini perbudakan atau bukan. Lalu kemudian apakah pelarungan itu karena memang masih jauh dari darat sehingga kalau misalnya dibiarkan di kapal itu bisa menjadi," lanjutnya.

Ia pun menyampaikan kekhawatiran jika kasus ditutup-tutupi oleh pihak China ketika ada investigasi. 

"Jadi, khawatir perusahaan ini menutup-nutupi, lalu kemudian pemerintah China pun membiarkan perusahaan ini menutup-nutupi," ucap Hikmahanto.

Menurut Kementerian Luar Negeri, kasus terjadi di kapal Long Xin 629 ketika awak kapal WNI meninggal saat kapal berlayar di laut akibat penyakit menular. Kapten kapal mengaku sudah mendapat persetujuan awak untuk melarung jenazah WNI.

Kumpulkan Bukti-bukti

Hikmahanto menyebut NCB (Interpol) Indonesia perlu bekerja sama dengan Korsel untuk membongkar kasus ini mengingat kapal itu sudah masuk ke wilayah kedaulatan Korsel.

"Satu, kumpulkan bukti-bukti. Dua, mengumpulkan bukti-bukti itu hanya bisa dilakukan oleh investigator. Karena kapal itu berada di Korea Selatan, tentu investigatornya adalah kepolisian Korea Selatan," jelas Hikmahanto.

Setelahnya, baru dapat disimpulkan apakah kasus yang menimpa ABK ini memiliki unsur pidana atau perdata.

"Hal yang ketiga nanti, tindak lnjutnya, apakah ini memang prosedur pelarungan karena ada yang sakit? Karena ada masalah eksploitasi terhadap manusia? Kalau misalnya begitu kan bisa ada konsekeuensi pidana dan perdata," pungkasnya.

Namun, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Kamis sore meminta agar otoritas China yang mengambil tindakan.

"Jika dari penyelidikan terbukti pelanggaran maka kita akan meminta otoritas RRT agar dapat dilakukan penegakan hukum secara adil," ujar Menlu Retno.

Pihak Kemlu menjelaskan bahwa dalam ketentuan ILO, kapten kapal dapat memutuskan melarung jenazah jika sebab meninggal karena penyakit menular atau kapal tidak memiliki fasilitas menyimpan jenazah sehingga dapat berdampak pada kesehatan di atas kapal.

"Kapten kapal menjelaskan bahwa keputusan melarung jenazah karena kematian disebabkan penyakit menular dan hal ini berdasarkan persetujuan awak kapal lainnya," jelas keterangan Kemlu Indonesia.  

 

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Jasad WNI ABK Dibuang dan Dugaan Eksploitasi, Ini Respons Menteri KKP

Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengatakan akan mengusut perihal dugaan eksploitasi terhadap anak buah kapal (ABK) Indonesia di Korea.

Dia mengaku berkoordinasi dengan berbagai pihak menindaklanjuti terkait video pelarungan jenazah ABK Indonesia . Seperti berkomunikasi dengan Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja.

Termasuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk memastikan kebenaran video yang sempat viral di media sosial kemarin. 

"Kita telah berkoordinasi. Termasuk mengenai dugaan adanya eksploitasi terhadap ABK kita (Indonesia)," kata Edhy di Jakarta, seperti dikutip Kamis (7/5/2020).

Mengenai pelarungan jenazah ABK di laut atau burial at sea, Edhy menjelaskan, hal tersebut dimungkinkan dengan berbagai persyaratan yang mengacu pada aturan kelautan Organisasi Buruh Internasional atau ILO.

Dalam peraturan ILO "Seafarer’s Service Regulations", pelarungan jenazah di laut diatur praktiknya dalam Pasal 30. Disebutkan, jika ada pelaut yang meninggal saat berlayar, maka kapten kapal harus segera melaporkannya ke pemilik kapal dan keluarga korban.

Dalam aturan itu, pelarungan di laut boleh dilakukan setelah memenuhi beberapa syarat. Pertama, kapal berlayar di perairan internasional. Kedua, ABK telah meninggal lebih dari 24 jam atau kematiannya disebabkan penyakit menular dan jasad telah disterilkan.

Ketiga, kapal tidak mampu menyimpan jenazah karena alasan higienitas atau pelabuhan melarang kapal menyimpan jenazah, atau alasan sah lainnya. Keempat, sertifikat kematian telah dikeluarkan oleh dokter kapal (jika ada).

Pelarungan juga tak bisa begitu saja dilakukan. Berdasarkan pasal 30, ketika melakukan pelarungan kapten kapal harus memperlakukan jenazah dengan hormat. Salah satunya dengan melakukan upacara kematian.

Tak hanya itu, pelarungan dilakukan dengan cara seksama sehingga jenazah tidak mengambang di atas air. Salah satu cara yang banyak digunakan adalah menggunakan peti atau pemberat agar jenazah tenggelam. Upacara dan pelarungan juga harus didokumentasikan baik dengan rekaman video atau foto sedetail mungkin.