Liputan6.com, London - Seorang penasihat ilmiah pemerintah Inggris mengundurkan diri setelah melanggar aturan karantina wilayah atau lockdown yang diberlakukan karena diam-diam menerima kunjungan pacarnya.
Dikutip dari laman VOA Indonesia, Sabtu (9/5/2020), seorang ahli epidemiologi dari Imperial College bernama Neil Ferguson, mengembangkan model yang meramalkan ratusan ribu orang mati kecuali kalau Inggris memberlakukan pengetatan drastis untuk memperlambat penyebaran Virus Corona.Â
Advertisement
Baca Juga
Di bawah peraturan ini, orang-orang dilarang mengunjungi kerabat dan keluarga yang tidak tinggal bersama mereka.
Ferguson mengundurkan diri dari panel penasihat ilmiah pemerintah setelah sebuah koran melaporkan, adanya seorang perempuan yang punya hubungan dengan dirinya telah berkunjung ke rumahnya.
Ferguson mengaku bahwa dia "telah membuat keputusan dan tindakan yang salah."
Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock, pada Rabu 6 Mei, mengatakan, peraturan lockdown berlaku untuk semua orang.
Matt Hancock mengatakan, Ferguson adalah "seorang yang sangat dihormati dan ilmuwan yang mengesankan," dan "dia membuat keputusan tepat untuk mengundurkan diri."
Ferguson sejak Corona COVID-19 mewabah telah menjadi tokoh yang terkenal di Inggris dan sering tampil di media. Ferguson adalah penasihat ilmiah kedua di Inggris yang mundur setelah gagal mematuhi sarannya sendiri.
Catherine Calderwood juga undur diri sebagai pejabat medis utama Skotlandia bulan lalu setelah dua kali melakukan perjalanan dari Edinburgh ke rumahnya yang kedua.
Â
Simak video pilihan berikut:
Kematian Corona COVID-19 di Inggris Tembus 29 Ribu
Empat hari lalu, pemerintah Inggris mengumumkan jumlah kematian akibat Virus Corona (COVID-19) di Inggris telah mencapai 29.427 orang. Kasus kematian di Inggris kini menyalip Italia dan menjadi yang tertinggi di Eropa.
Dilaporkan BBC, Menteri Luar Negeri Inggris Dominic Raab berkata jumlah tersebut merupakan tragedi besar. Namun, ia berkata perbandingan lebih tepat dilakukan ketika pandemi selesai.
"Saya berpikir kita akan mendapatkan putusan riil terkait betapa bagusnya kinerja berbagai negara sampai pandemi ini berakhir, dan terutama sampai kita mendapatkan data komprehensif internasional terkait penyebab seluruh kematian," ujarnya.
Dominic Raab juga berkata badan statistik Inggris lebih komprehensif dalam menghitung jumlah kematian, sehingga angka kematian Virus Corona di Inggris tinggi. Ia meragukan negara lain melakukan hal serupa.
"Dan sejujurnya itu tergantung betapa bagusnya sebuah negara dalam mengumpulkan statistik, dan kantor statistik nasional kita dikenal sebagai pemimpin di dunia," kata Raab yang menekankan transparansi.
Kantor statistik Inggris tidak hanya menghitung orang yang resmi positif Virus Corona jenis baru, melainkan mereka yang meninggal sebelum ikut tes tetapi mengalami gejala virus ini.
Dominic Raab pun berkata tingkat kematian bukanlah kontes menyanyi Eurovision dan tidak perlu dibuat peringkat.
Sebelumnya, Dr. Deborah Birx yang menjadi koordinator respons Virus Corona COVID-19 di Amerika Serikat menjelaskan berbagai negara tak menghitung dengan cara yang sama.
Contohnya, jika ada pasien meninggal akibat penyakit lain di AS tetapi positif Corona jenis baru, maka ia dicatat meninggal akibat Virus Corona.
Kasus kematian tertinggi kedua di Eropa berada di Italia dengan 29.315 orang. Total 3,7 juta orang sudah terinfeksi Virus SARS-Cov-2 di negara itu.Â
Advertisement