Liputan6.com, Jakarta - Tak peduli jika Anda memiliki suara merdu seperti kicauan burung atau suara seperti jus dalam blender, bernyanyi dapat memiliki beberapa efek positif yang luar biasa.
Mungkin itu sebabnya, selama sebagian besar orang di dunia terkunci untuk menahan pandemi COVID-19, ada banyak orang yang beralih untuk bernyanyi sebagai pelipur lara.
Orang Italia menyanyikan lagu dari balkon mereka, musisi terkenal melakukan konser mini dari ruang keluarga mereka dan kelompok-kelompok paduan suara melakukan latihan secara online.
Advertisement
Mengutip BBC, Rabu (20/5/2020), ketika kita bernyanyi, sebagian besar otak kita “menyala” dengan aktivitas, kata Sarah Wilson, seorang neuropsikolog klinis dan kepala School of Psychological Sciences di University of Melbourne.
Baca Juga
Dia memimpin sebuah penelitian yang melihat bagaimana otak bereaksi ketika sedang bernyanyi. Dalam percobaannya, ia menggunakan pemindai oleh MRI kepada para partisipan dari berbagai kemampuan vokal saat bernyanyi.
"Ada jaringan bernyanyi di otak [yang] didistribusikan secara luas," kata Wilson. Ketika kita berbicara, belahan otak yang berhadapan dengan bahasa menyala, seperti yang kita duga. Namun, ketika kita bernyanyi, kedua sisi otak memicu kehidupan.
"Kami juga melihat keterlibatan jaringan emosi otak. Wilayah yang mengontrol gerakan yang kita butuhkan untuk menghasilkan suara dan artikulasi juga menyala," tambah Wilson.
Koordinasi Tubuh dan Pikiran
Tenaga fisik yang terlibat dalam bernyanyi akan mengisi paru-paru, kontrol yang kuat dari pita suara, gerakan mulut dan tubuh adalah salah satu alasan mengapa itu dapat meningkatkan suasana hati kita.
Bernyanyi adalah salah satu bentuk latihan aerobik yang akan melepaskan endorfin, zat kimia 'rasa-enak' di otak, kata Baishali Mukherjee, penghubung regional Asia Tenggara untuk Federasi Terapi Musik Dunia.
"Endorfin terkait dengan perasaan kebahagiaan yang terangkat secara keseluruhan, itu memberi perasaan euforia sehingga semuanya terkait dengan berkurangnya stres," katanya.
"Dalam situasi apa pun baik itu di bawah tekanan atau [dengan] penyakit fisik, penyakit, kekurangan psikologis, musik memiliki potensi untuk mempengaruhi tubuh dan pikiran kita," sambungnya lagi.
Dan tidak mengherankan, berada dalam suasana hati yang lebih baik memiliki segala macam manfaat, kata Mukherjee.
"Ketika suasana hati Anda naik, Anda [memperkuat] sistem kekebalan tubuh Anda ... Anda merespons faktor stres dengan cara yang lebih positif [dan] meningkatkan pola tidur," pungkasnya.
Ini juga melibatkan apa yang berpotensi sebagai penghilang stres terbesar dalam tubuh yakni pernapasan.
Siapa pun yang pernah mengalami serangan panik tentu akrab dengan perasaan takut karena tidak bisa mengatur napas.
Pernapasan pendek akan mengarah ke penurunan karbon dioksida dalam aliran darah Anda, yang kemungkinan akan mengusir banyak gas dari sel-sel yang Anda buat.
Ketidakseimbangan karbon dioksida ini dapat menyebabkan pusing dan kecemasan di antara gejala-gejala lainnya.
Sebaliknya, pernapasan dalam atau diafragma memungkinkan pertukaran oksigen penuh terjadi dalam sel paru-paru, mengaktifkan sistem saraf parasimpatis tubuh yang kemudian memperlambat denyut jantung dan melebarkan pembuluh darah yang menurunkan tekanan darah.
Sementara pernapasan dalam telah lama digunakan dalam praktik terapi, neurofisiologi di belakangnya baru-baru ini dieksplorasi. Dalam sebuah studi baru-baru ini, para peneliti menemukan bahwa fokus pada pengendalian laju pernapasan, di mana menjadi keterampilan kunci dalam bernyanyi terbukti dapat mengaktifkan bagian-bagian otak yang terkait dengan emosi, perhatian, dan kesadaran tubuh.
Advertisement