Liputan6.com, Jakarta - Saat pandemi Virus Corona COVID-19, muncul istilah Matahari lockdown atau mengalami PSBB (Pas Siklusnya Baru Berubah). Istilah itu muncul karena Matahari mengalami penurunan aktivitas dan pergantian dari siklus surya ke-24 menuju siklus surya ke-25.
Namun, di tengah viralnya istilah Matahari lockdown dan PSBB, akhir pekan ini justru Merkurius dan Venus tidak menjaga jarak. Kedua planet nampak berdekatan di langit Barat, seperti dikutip dari laman Pusat Sains Antariksa Lapan, Rabu (19/5/2020).
Advertisement
Baca Juga
"Fenomena itu disebut juga sebagai Konjungsi, di mana dua benda langit yang teramati dari Bumi memiliki jarak sudut minimum dan berada pada bujur ekliptika yang sama," jelas Lapan.
Konjungsi Merkurius-Venus terjadi pada Jumat 22 Mei pukul 15.49 WIB dengan jarak sudut pisah sebesar 53 detik busur, hampir 2 kali diameter tampak Bulan.
Tetapi, konjungsi ini dapat bisa diamati selepas Matahari terbenam di arah Barat Daya dekat Konstelasi Auriga untuk Indonesia bagian Barat dan Tengah. Sedangkan untuk Indonesia bagian Timur, dapat diamati tepat pada pukul 17.49 WITA pada arah yang sama.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Patut Dinantikan Setelah Buka Puasa
Ketika Merkurius berkonjungsi dengan Venus, Merkurius berjarak 162 juta kilometer dari Bumi sedangkan Venus berjarak 46 juta kilometer dari Bumi.
Konjungsi Merkurius-Venus terjadi sebelum akhirnya Venus menjauhi Merkurius hingga tidak nampak lagi di langit Barat dan kemudian muncul kembali di langit Timur ketika fajar menyingsing, sedangkan Merkurius semakin meninggi di langit Barat hingga berada di ketinggian maksimumnya.
Fenomena ini patut dinantikan setelah berbuka puasa dan dapat diamati hingga menjelang waktu Tarawih tiba.Â
Advertisement
Matahari Lockdown
Muncul istilah Matahari lockdown? Apakah Matahari sedang terkena Virus Corona COVID-19?
Jawabannya, bukan. Berikut ini penjelasannya:
"Matahari sedang memasuki fase di mana Matahari lebih sedikit atau tidak sama sekali membentuk bintik matahari (sun spot). Bintik Matahari adalah bintik hitam di permukaan Matahari, yang menandakan adanya konsentrasi medan magnet yang kuat dan suhu yang lebih rendah dibandingkan daerah lain di sekitarnya," jelas pihak Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) melalui akun Instagram lapan_ri.
"Jika pada suatu periode tidak muncul satu pun bintik Matahari, berarti aktivitas di Matahari bisa dikatakan minimum (Solar Minimum). Namun, jika bintik Matahari muncul dalam jumlah yang cukup banyak, artinya Matahari sedang dalam keadaan aktif (Solar Maximum)," imbuh pihak Lapan.
Menurut badan antariksa Indonesia itu, kemunculan bintik di Matahari bukan merupakan fenomena acak, melainkan memiliki pola yang teratur.
"Jumlah dan lokasi kemunculan bintik Matahari mengikuti suatu siklus dengan periode sekitar sebelas tahun. Siklus ini dikenal sebagai siklus Matahari," ujar Lapan.