Liputan6.com, Tripoli - Ibu kota Libya mengalami serangan bom pada Minggu 31 Mei. Bombardir ini akibat perang saudara antara Tentara Nasional Libya melawan Pemerintahan Kesepakatan Nasional yang berbasis di Tripoli.
Dilaporkan VOA Indonesia, Senin (1/6/2020), suatu kawasan berumput yang digunakan sebagai taman di ibu kota Libya, Tripoli, dibombardir pada Minggu kemarin. Insiden itu menewaskan sedikitnya tiga orang dan melukai beberapa lainnya, kata petugas medis.
Advertisement
Baca Juga
Serangan itu menegaskan risiko yang terus dihadapi warga sipil, meskipun pertempuran mereda di sekitar Tripoli sejak pasukan yang berbasis di timur, melakukan penarikan bertahap awal bulan ini.
Misi PBB untuk Libya telah mengecam "serangan membabi buta" terhadap kawasan sipil di Tripoli, yang katanya kebanyakan dilakukan oleh pasukan yang berafiliasi dengan Tentara Nasional Libya yang dikomandoi Khalifa Haftar.
Pemerintahan Kesepakatan Nasional mendapat dukungan internasional, sementara Tentara Nasional Libya berbasis di Tobruk dan didukung DPR Libya.
Tentara Nasional Libya telah melancarkan ofensif terhadap Tripoli sejak April 2019, meskipun baru-baru ini mengalami pukulan di tengah eskalasi terbaru terkait keterlibatan asing dalam konflik itu.Â
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Komitmen Dunia Wujudkan Perdamaian di Libya pada KTT Berlin
Januari lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan bahwa negara-negara besar telah "berkomitmen penuh" untuk adanya resolusi damai di Libya setelah pertemuan puncak atau KTT yang diselenggarakan di Berlin.
Para pemimpin dunia telah berjanji untuk tidak ikut campur dalam konflik sipil Libya yang sedang berlangsung, dan telah berjanji untuk menegakkan embargo senjata PBB, seperti dikutip dari BBC.
Konflik yang terjadi saat ini di Libya, merupakan konflik yang mengadu Jenderal Khalifa Haftar dengan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang didukung PBB.
Dalam KTT tersebut, meskipun kedua pihak yang bertikai di Libya hadir, mereka tidak bertemu.
Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan kedua belah pihak diberi pengarahan dan konsultasi dengan pihak lain.
Di samping Merkel, hadir pula Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Presiden Prancis Emmanuel Macron dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson.
Sebelum pertemuan itu, Johnson mengatakan tujuan konferensi itu adalah untuk "menghentikan posisi berebut ini".
"Rakyat Libya sudah cukup menderita," katanya ketika dia tiba pada hari Minggu. "Sudah waktunya bagi negara untuk bergerak maju."
Advertisement