Sukses

Redam Protes Kematian George Floyd, 40 Kota di AS Berlakukan Jam Malam

Protes berujung rusuh terjadi di AS terkait dengan kematian George Floyd yang dicekik polisi dengan lutut saat ditangkap.

Liputan6.com, Jakarta - 40 kota di Amerika Serikat termasuk Ibu Kota Washington D.C. telah memberlakukan jam malam sebagai tanggapan atas protes keras di seluruh penjuru Negeri Paman Sam sepanjang pekan ini. Protes tersebut terkait dengan kematian George Floyd yang dicekik polisi dengan lutut saat ditangkap.

Pada Minggu 31 Mei pagi, sekitar 5.000 anggota Garda Nasional telah diaktifkan di 15 negara bagian dan Washington, DC, dengan 2.000 lainnya disiapkan untuk diaktifkan jika diperlukan. Di antara sejumlah kota yang memberlakukan jam malam adalah San Francisco, Denver, Miami, Atlanta, Minneapolis, Detroit, Kansas City, dan Dallas.

Sementara itu, penjarahan terjadi pada Minggu di California Selatan, sebuah truk tanker melaju ke arah demonstran di Minneapolis dan bentrokan terjadi antara demonstran dengan polisi di Boston dan Washington, D.C. saat Amerika Serikat berjuang untuk mengendalikan protes kacau tentang ras dan prilaku polisi.

Pasukan Garda Nasional dikerahkan di 15 negara bagian dan Washington D.C. saat kota-kota besar mencoba bertahan setelah lima malam aksi kekerasan dan perusakan yang dimulai dengan protes damai atas kematian seorang pria kulit hitam, George Floyd, saat dalam tahanan polisi.

"Saya benci melihat kota saya seperti ini, tetapi pada akhirnya kami membutuhkan keadilan," kata Jahvon Craven yang berusia 18 tahun ketika ia menyaksikan para pengunjuk rasa diInterstate 35 di pusat Kota Minneapolis beberapa saat sebelum pukul 8 malam, ketika jam malam mulai berlaku di kota itu.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Menyulut Kemarahan

Floyd, 46, meninggal pada Senin 25 Mei setelah video menunjukkan seorang petugas kepolisian Minneapolis berkulit putih berlutut di lehernya selama hampir sembilan menit.

Peristiwa ini menyulut kemarahan yang melanda negara yang terpecah secara politik dan rasial itu menjelang pemilihan presiden pada November dan di tengah pandemi virus corona yang membuat jutaan orang kehilangan pekerjaan.

Komunitas minoritas sangat terpukul oleh pandemi dan kebijakan pembatasan tersebut.

Pihak berwenang memberlakukan jam malam di puluhan kota di seluruh Amerika, yang terbesar sejak 1968 setelah pembunuhan Martin Luther King Jr, yang juga terjadi selama kampanye pemilihan presiden dan di tengah pergolakan demonstrasi anti-perang.

Di Santa Monica, toko-toko kelas atas dijarah di sepanjang Third Street Promenade yang populer di kota itu sebelum polisi bergerak untuk melakukan penangkapan. Vandalisme itu terjadi setelah pawai yang sebagian besar berlangsung damai di kota tepi pantai itu.

Lebih jauh ke selatan, di Long Beach pinggiran kota Los Angeles, sekelompok pria dan wanita muda menghancurkan jendela pusat perbelanjaan dan menjarah toko-toko sebelum mereka dibubarkan sebelum berlakunya jam malam pada pukul 6 sore waktu setempat.

Di Washington, D.C., pengunjuk rasa memicu kebakaran di dekat Gedung Putih, dengan asap yang bercampur dengan awan gas air mata mengepul ketika polisi berusaha untuk membubarkan mereka dari daerah tersebut.

Kekerasan sporadis pecah di Boston menyusul protes damai ketika para pegiat melempar botol ke arah petugas polisi dan membakar sebuah mobil. Philadelphia mengumumkan pukul 6 sore sampai jam 6 pagi sebagai jam malam setelah seharian protes dan penjarahan.

Sementara itu beberapa ratus demonstran berpawai melalui pusat kota Miami meneriakkan: "Tidak ada keadilan, tidak ada kedamaian," melewati pusat penahanan di mana para narapidana dapat dilihat dari jendela-jendela sempit melambaikan kemeja.