Sukses

Kasus George Floyd Tunjukkan AS Mengalami Kemunduran dari Champion Human Rights

Pembunuhan George Floyd oleh seorang perwira polisi di Amerika Serikat menyulut kemarahan dunia. Dunia mengecam tindakan rasialisme aparat negara AS terhadap kaum minoritas berkulit hitam

Liputan6.com, Jakarta - Kematian George Floyd oleh seorang perwira polisi di Amerika Serikat menyulut kemarahan dunia. Dunia mengecam tindakan rasialisme aparat negara AS terhadap kaum minoritas berkulit hitam.

Bahkan, masyarakat sipil menggelar demonstrasi besar-besaran di negeri Paman Sam itu menuntut keadilan atas George Floyd. Demonstrasi tersebut berujung kerusuhan.

Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sekaligus pengurus pusat Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Dewi Fortuna Anwar menilai kerusuhan yang terjadi di Amerika Serikat akibat tindakan rasialisme aparat negara terhadap warga berkulit hitam menunjukkan Presiden AS Donald Trump tidak bisa mengendalikan persoalan dalam negerinya. Padahal, AS sebagai salah satu negara adikuasa sebelum Perang Dunia II seharusnya menjadi contoh bagi negara lain.

"Sejak beberpa tahun terakhir ini, AS menghadapi kemunduran di dalam posisinya sebagai champion human rights, champion demokrasi," kata Dewi dalam diskusi Trump dan Perkara Rasial yang Timbul-Tenggelam, Sabtu (6/6).

Selain mengalami kemunduran dari sisi HAM dan demokrasi, AS juga menciut dari kesehatan dunia. Menurut Dewi, hal itu ditandai dengan mundurnya AS dari Organisasi Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO).

"AS juga memberikan berbagai ancaman terhadap gerakan-gerakan multilateral," sambungnya.

Dewi berharap, demonstrasi besar di AS akan memberikan dampak positif pada reformasi rasial dalam negeri. AS juga diharapkan bisa menjadi teladan bagi negara-negara lain di dunia dalam menjunjung tinggi prinsip HAM.

"Kita berharap ini mempersatukan mereka sehingga menjadi pemicu untuk perubahan yang lebih sistemik," ujarnya.

 

Reporter: Titin Suprihatin

Sumber: Merdeka

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

HEADLINE: Kematian George Floyd Picu Kerusuhan, Sinyal Buruk Donald Trump di Pilpres AS?

"Tolong, aku tak bisa bernapas. Tolong..." Kata-kata itu berulang kali diucapkan George Floyd, sebelum akhirnya, nyawanya melayang dengan tragis.

Pria 46 tahun itu tewas saat ditangkap polisi Minneapolis. Ia diduga menggunakan uang palsu Us$ 20 untuk membeli rokok di toko kelontong pada Senin 25 Mei 2020.

Ketika dibekuk, ia dipaksa terlentang di jalan. Lutut seorang polisi bernama Derek Chauvin menekan lehernya, sementara dua aparat lainnya, Alexander Kueng dan Thomas Lane menekan bagian pinggang dan kakinya. Satu polisi lagi bernama Tou Thao menjaga agar tak ada yang mendekati tempat kejadian.

Baca selengkapnya...