Canberra - Permintaan Australia agar ada investigasi asal muasal Virus Corona (COVID-19) membuat China murka. Setelah sempat menekan Australia di sektor perdagangan, kini China menyerang pendidikan Australia.
Dilaporkan ABC Indonesia, Rabu (10/6/2020), China menganggap tidak aman bagi warganya untuk kuliah di Australia karena meningkatnya "serangan rasis."
Advertisement
Baca Juga
Tudingan China tersebut dilontarkan dengan memperingatkan, "mahasiswa yang ingin kuliah di luar negeri agar berhati-hati memilih Australia atau kembali kuliah di Australia".
Sekitar 1,5 juta mahasiswa akan kembali ke kampus-kampus di Australia ketika perkuliahan normal dimulai kembali pada Juli mendatang. Data menunjukkan, mahasiswa China yang kuliah di luar negeri mayoritas memilih Australia dibandingkan negara lain.
Sejak terjadinya pandemi COVID-19, kebanyakan mahasiswa internasional kembali ke negara asalnya dan tidak bisa masuk ke Australia akibat penutupan perbatasan sejak Februari.
Tudingan China itu dibantah kalangan perguruan tinggi Australia melalui 'Group of Eight', yaitu asosiasi delapan perguruan tinggi terkemuka di Australia.
CEO 'Group of Eight', Vicki Thomson menyatakan pihaknya telah menghubungi Kedutaan Besar China untuk menanyakan apakah ada peristiwa serangan rasis terhadap mahasiswa asal China yang mereka ketahui.
"Kami menanyakan kepada Kedubes China mengenai kejadian yang mereka ketahui dan perlu kami ketahui agar bisa diselesaikan secara bersama-sama," katanya seperti dilaporkan ABC News.
Kecewa pada Retorika China
Thomson mengaku kecewa dan menyebut tudingan China itu tidak berdasar.
"Sangat memprihatinkan bila sektor pendidikan internasional khususnya dengan China, kembali dipertaruhkan dalam permainan politik yang bukan disebabkan oleh kami," jelasnya.
Menteri Pendidikan Australia, Dan Tehan, juga menolak tudingan jika Australia tidak aman bagi mahasiswa internasional.
"Australia merupakan pilihan populer bagi mahasiswa internasional karena kita ini masyarakat multikultur yang menerima mahasiswa internasional dan menyediakan layanan pendidikan kelas dunia," katanya dalam pernyataan yang diterima ABC.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Kronologi Ketegangan Diplomatik Antara China dan Australia
Pertikaian diplomatik antara kedua negara semakin mencuat ketika Dubes Cheng Jingye melontarkan pernyataan bernada ancaman kepada Australia yang sebelumnya gencar ingin menyelidiki asal-usul penyebaran COVID-19.
Dubes Jingye pada April lalu menyatakan akibat desakan Australia itu, masyarakat China bisa saja berhenti mengonsumsi produk-produk serta berhenti mengirim anak-anaknya ke Australia untuk menempuh pendidikan.
"Mungkin saja orang awam (di China) akan bilang, mengapa kita harus minum anggur Australia atau makan daging sapi Australia?" katanya dalam wawancara dengan Australian Financial Review.
Tak berselang lama setelah itu, Pemerintah China mengambil langkah drastis dengan memberlakukan tarif bagi gandum Australia yang masuk ke negara itu.
Selain itu, China juga melarang impor daging sapi dari empat rumah potong hewan di Australia.
Kemudian akhir pekan lalu, Kementerian Budaya dan Pariwisata China mengeluarkan peringatan bagi warganya agar jangan berkunjung ke Australia dengan alasan "adanya peningkatan serangan rasis terhadap orang China dan keturunan Asia lainnya".
Media pemerintah China menyebut larangan ini hanyalah reaksi atas apa yang mereka sebut sebagai "kebijakan anti China di Australia".
Tindakan Pemerintah China di sektor pendidikan kali ini diharapkan tidak akan mempunyai dampak jangka panjang bagi Australia.
Menurut CEO Asosiasi Pendidikan Internasional, Phil Honeywood saat ini perbatasan Australia masih ditutup bagi kedatangan mahasiswa internasional. Butuh waktu sebelum dibuka sepenuhnya.
"Hal ini memberikan banyak waktu bagi para menteri untuk mengatasi kesalahpahaman dan isu yang dilontarkan Pemerintah China," katanya.
Namun upaya sejumlah pejabat Australia untuk berdialog dengan mitranya di China telah mengalami kegagalan.
Menteri Perdagangan dan Pariwisata Simon Birmingham misalnya, sampai kini belum berhasil melakukan pembicaraan dengan Menteri Perdagangan China.
Advertisement
Apa Kata Mahasiswa China?
Dua orang mahasiswa asal China di Australia yang dihubungi ABC News mengaku sudah mendengar adanya peringatan dari Biro Pendidikan tersebut.
"Saya mendengar adanya kejadian rasis tapi saya jarang keluar selama pandemi sehingga secara pribadi tidak terpengaruh," kata Yu Yan, mahasiswa Sydney University.
"Diskriminasi terhadap warga keturunan Asia di Australia selalu ada, tapi kali ini mereka mendapatkan alasan untuk itu," katanya.
Mahasiswa lainnya, Michelle Ren yang kuliah di Hobar, Tasmania juga mengaku tidak pernah mengalami langsung serangan rasis.
"Tapi banyak teman dan keluarga di China yang khawatir. Mereka menanyakan situasi sebenarnya di Australia," kata Ren.
"Mereka khawatir. Hubungan antara China dan Australia tidak begitu bagus sehingga mungkin berdampak secara negatif pada mahasiswa yang ingin kuliah di sini.
Pada April lalu, dua mahasiswa Melbourne University mendapatkan perlakuan rasis dari dua wanita yang meneriaki mereka "virus corona".
Kejadian tersebut, serta kejadian lainnya mulai dari sikap Australia terhadap isu HAM di China, Hong Kong, dan isu Laut China Selatan, menjadi bahan bagi media Pemerintah China untuk menyerang Australia.
Selain itu, juga isu larangan Australia bagi Huawei untuk ikut tender jaringan 5G serta desakan untuk menggelar penyelidikan asal-usul penyebaran COVID-19.