Sukses

Kisah Pasien Corona COVID-19 di AS Penerima Cangkok Paru-Paru

Seorang perempuan di usainya yang ke-20 an harus mengalami cangkok paru-paru akibat COVID-19, seperti apa pelaksanaan pencangkokan ini?

Liputan6.com, Jakarta Seorang perempuan berusia 20-an di Amerika Serikat baru saja mendapatkan cangkok paru-paru lengkap. Perempuan itu telah di rawat di rumah sakit selama enam minggu akibat COVID-19.

Perempuan itu telah berada di Northwestern Memorial Hospital di Chicago setelah mengembangkan COVID-19 yang parah, menurut pernyataan dari Northwestern Medicine. Dia dihubungkan ke ventilator dan mesin oksigenasi membran ekstrakorporeal (ECMO) untuk menjaga jantung dan paru-parunya tetap berjalan, seperti yang dikutip dari Live Science, Minggu (14/6/2020).

Awal Juni lalu, perempuan ini telah mengalami kerusakan paru-paru yang tidak dapat diperbaiki, dirinya kemudian masuk dalam daftar pasien yang membutuhkan transplan atau cangkok. Sang pasien mendapatkan donor dari kedua orang yang telah meninggal dan dinyatakan sehat. Donor paru-paru ini pertama kalinya dilakukan pada tahun 1960 namun kemudian populer pada tahun 1990, menurut Harvard Medical School. 

Meski transplantasi ini berhasil, namun operasi ini juga memiliki risiko yang tinggi, perempuan tersebut adalah orang pertama yang mendapatkan transplan paru-paru selama pandemi COVID-19 ini. Sebelum melakukan proses operasinya, pasien harus terlebih dahulu dinyatakan negatif dari COVID-19. Pasien akan dapat melakukan operasi lebih lanjut jika dinyatakan negatif karena, pasien harus minum obat penekan kekebalan setelah operasi.

"Dari awal dia adalah pasien dengan keadaan yang paling buruk," ujar Dr Beth Malsin, seorang spesialis perawatan paru dan kritis di Northwestern Memorial Hospital, mengatakan dalam pernyataan itu. 

Dr Beth Malsin juga mengatakan bahwa timnya bekerja siang dan malam agar sang pasien mendapatkan oksigen yang cukup dan agar organ-organ pasien itu tetap berjalan. Namun kabar baik itu datang kepada tim dokter ketika sang pasien dinyatakan negatif dari COVID-19.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Operasi Berdurasi 10 Jam

Operasi transplan paru-paru itu berjalan selama sepuluh jam, dan lebih panjang dari operasi paru-paru pada umumnya. Hal ini disebabkan karena pasien mengalami pembengkakan pada paru-paru akibat COVID-19. Menurut tim dokter, paru-paru dari pasien ini telah lengket di jantung, dinding dada dan diafragma. Dr Ankit Bharat, kepala bedah toraks dan direktur bedah program transplantasi paru-paru di Northwestern Medicine, mengatakan kerusakan paru-paru pada pasiennya itu merupakan kerusakan paru-paru yang paling parah yang dilihatnya. 

Untungnya, pasien tersebut tidak memiliki kondisi kesehatan yang menganggu. Setelah operasi pasien minum obat penekan sistem kekebalan tubuh untuk penyakit ringan, namun masih belum jelas apakah obat tersebut membuat pasien lebih rentan terhadap COVID-19.

Sang pasien saat ini sedang dalam tahap pemulihan dan telah berkomunikasi dengan keluarganya. Namun saat ini pasien harus tetap menggunakan ventilator untuk membantunya bernafas, tak hanya itu sang pasien juga harus meminum obat agar tubuhnya tidak menolak paru-paru barunya itu. Transplan paru-paru adalah satu-satunya jalan baginya untuk selamat dari COVID-19 ini. 

"Kami ingin pusat transplantasi lain mengetahui bahwa walaupun prosedur transplantasi pada pasien ini cukup sulit secara teknis, itu dapat dilakukan dengan aman, dan itu menawarkan pasien COVID-19 yang sakit parah pilihan lain untuk bertahan hidup," ujar Bharat. 

Hampir 85-90 persen pasien yang melakukan transplan telah berhasil bertahan hidup. Namun masih belum ada penjelasan bagaimana seorang anak di usianya yang ke 20-an mendapatkan COVID-19 dengan sangat parah. 

 

Reporter: Yohana Belinda