Beijing - Sejumlah distrik di ibu kota China, Beijing, kembali memberlakukan pembatasan sosial dan menutup sekolah-sekolah pada Senin 15 Juni menyusul lonjakan kasus penularan Virus Corona COVID-19.
Selama dua bulan terakhir, China tidak melaporkan kasus infeksi baru. Namun dalam empat hari terakhir, pemerintah kota Beijing mencatat 79 kasus penularan, klaster terbesar sejak Februari. Demikian seperti dikutip dari DW Indonesia, Selasa (16/6/2020).
Advertisement
Baca Juga
Kembalinya Virus Corona COVID-19 ke Beijing memicu resah pelaku ekonomi. Pasalnya kota yang menjadi jantung operasi perusahaan-perusahaan multinasional di China itu seyogyanya menjadi episentrum pemulihan ekonomi pasca wabah.
“Risiko wabah sangat besar, jadi kami harus mengambil langkah tegas,” kata Xu Hejiang, Jurubicara Pemerintah Kota Beijing.
Pos-pos pemeriksaan kembali dibangun di seantero kota, dan penduduk diperintahkan untuk menjalani tes corona.
Kali ini kasus penularan terlacak berawal di pasar Xinfadi, di mana ribuan ton daging, sayur dan buah-buahan bertukar tangan setiap hari.
Dengan kompleks seluas 160 lapangan sepakbola, Xinfadi tidak hanya tercatat sebagai pasar bahan pangan terbesar di Asia, tetapi juga 20 kali lipat lebih luas ketimbang pasar daging di Wuhan, yang menjadi lokasi wabah corona pertama.
Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:
Gerak Cepat Otoritas Kesehatan
Setidaknya tiga distrik di Beijing memasuki “darurat perang,” dengan pos pemeriksaan 24 jam, penutupan sekolah dan sarana olahraga, serta wajib tes suhu tubuh di setiap pusat perbelanjaan, supermarket atau gedung-gedung perkantoran.
Beberapa distrik dilaporkan menggelar “operasi ketuk pintu,“ di mana petugas kesehatan berkeliling melacak penduduk yang mengunjungi Xinfadi atau pernah bersentuhan dengan salah satu pengunjung pasar.
Pada hari Senin kemarin, otoritas kesehatan Beijing melaporkan sudah mengambil sampel dari 8.950 penduduk, menurut Gao Xiaojun, Jurubicara Komisi Kesehatan Publik di Beijing pada jumpa pers. Dia mengaku sejauh ini 6.075 orang sudah dinyatakan negatif Virus Corona baru.
Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan sudah mendapat laporan mengenai klaster teranyar di Beijing dan langkah penyelidikan oleh pemerintah China.
“WHO mendapat informasi bahwa hasil pengurutan genetika akan segera dipublikasi setelah analisa laboratorium dirampungkan,” tulis organisasi PBB itu di dalam keterangan persnya.
Menurut seorang pakar Epidemiologi yang bekerja untuk pemerintah China, pengurutan DNA sejauh ini menunjukkan wabah Xinfadi bisa berasal dari Eropa. Kekhawatiran terhadap lonjakan kasus penularan membuat sejumlah kota dan provinsi di China siap siaga. Penduduk diingatkan agar tidak melakukan perjalanan ke Beijing. Mereka yang harus berpergian, diwajibkan menjalani isolasi selama dua pekan.
Advertisement