Liputan6.com, Jakarta - Selama ini senjata biologis dikenal berasal dari bahan kimia. Mulai dari nuklir dan senyawa lainnya.
Baca Juga
Advertisement
Namun ternyata, senjata biologis juga pernah digunakan manusia pada zaman kuno. Berasal dari alam, biasanya senjata ini digunakan untuk perang.
Tanpa senjata tajam, buktinya cara ini mampu membunuh banyak orang. Apa saja senjata biologis itu?
Seperti dikutip dari laman Listverse.com, Selasa (16/6/2020) berikut 5 senjata biologis yang digunakan pada zaman kuno:
Â
1. Air yang Terkontaminasi
Salah satu tanaman paling populer dan dikenal pada zaman kuno adalah Hellebore, tanaman obat serba guna yang biasanya diresepkan oleh dokter. Tumbuhan ini tidak mudah dikumpulkan secara manual. Mereka yang mengumpulkannya diketahui jatuh sakit dan meninggal.
Dalam dosis berat itu menyebabkan kram otot, kejang-kejang, delirium, dan serangan jantung, ini membuat Hellebore pilihan yang sangat baik untuk racun panah dan air yang terkontaminasi tanaman ini.
Selama perang pertama, sekitar 590 SM, pengepung kota Kirrha yang dibentengi secara kuat memotong pipa air untuk menuju ke kota. Setelah itu mereka mengumpulkan Hellebore dalam jumlah besar dan menempatkannya di sumber air.
Begitu penduduk kota menderita kehausan yang hebat, mereka menghubungkan kembali persediaan air, yang diracuni.
Orang Kirrha mengalami sakit pada bagian perut mereka dan begitu lemah oleh diare. Strategi militer ini telah dikaitkan dengan setidaknya 4 Jenderal yang berbeda.
Â
Advertisement
2. Jasad
Kisah yang paling umum dari Ancient Bio Warfare berasal dari cerita ini. Pada 1346 bangsa Mongol mengalami wabah Bubonic di antara pasukan mereka.
Tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk mengetahui bahwa mayat akan menyebarkan penyakit, jadi secara alami mereka menyadari bahwa mereka dapat mempersenjatai itu.
Beberapa tembakan ketapel kemudian dilakukan ke kota Kaffa yang akhirnya dipenuhi dengan mayat-mayat pasukan Mongol yang ditunggangi wabah.
Ini bisa menjadi pengantar penyakit yang ditakuti hingga Eropa. Menyebarkan penyakit yang bukan satu-satunya efek yang diinginkan dari taktik ini.
Efek psikologis yang ditimbulkannya pada pasukan lawan adalah demoralisasi yang sangat menakutkan. Gagasan untuk jenis perang ini selalu untuk memicu kepanikan dan ketakutan, dan taktik ini pasti berhasil dengan baik.
Â
3. Debu Kapur
Beberapa bentuk asap beracun dan gas diimplementasikan oleh orang-orang pada zaman kuno sebagai senjata kimia.
Membakar benda berbahaya untuk menciptakan awan asap untuk mencegah lawan adalah hal biasa, namun sulit untuk dikendalikan, karena pergeseran angin dapat menyebabkan ini gagal total.
Orang China mengembangkan cara yang menarik untuk mengelola ini. Pada tahun 178 M, China menggunakan bentuk awal gas air mata untuk menghentikan pemberontakan petani bersenjata. Debu batu kapur bubuk ini dibawa oleh kereta kuda yang terpasang kemudian disebarkan di angin. Ketika debu berinteraksi dengan membran lembab seperti mata dan hidung, efeknya korosif, membutakan dan mencekik mereka yang menghirupnya.
Taktik ini menciptakan kabut yang efektif, ini dikombinasikan dengan kuda-kuda yang berlari cepat. Metode seperti ini masih digunakan sampai hari ini, dengan gas air mata modern atau semprotan merica.
Â
Advertisement
4. Bom Sarang Lebah
Di antara senjata proyektil pertama yang digunakan dalam perang adalah sarang lebah. Kawanan lebah telah dikenal untuk menyerbu kota, memaksa evakuasi, hal ini menyebabkan kesadaran alami bahwa hama yang menyengat dapat digunakan untuk mengusir penyerang.
Tentu saja, ada bahaya dalam hal ini bagi kedua belah pihak. Dongeng menunjukkan bahwa sarang lebah ditancapkan dengan lumpur dan diangkut dengan hati-hati, dan lebah digunakan untuk menyerang lawan.
Menggunakan asap untuk menenangkan lebah adalah taktik yang dikenal sejak jaman dahulu. Selama pengepungan, sarang-sarang dilemparkan ke dalam terowongan yang digali oleh para pengepung untuk menghalangi gerak maju mereka.
Â
5. Bom Kalajengking
Tawon dan Lebah bukan satu-satunya serangga yang dipersenjatai dalam pertempuran, laporan juga menggambarkan penggunaan kalajengking sebagai pembunuh.
Makhluk-makhluk ini berlimpah di padang pasir pada zaman kudo dan digunakan orang pada zaman Romawi sebagai upaya mengendalikan Mesopotamia. Di kota Hatra, warga menyiapkan pertahanan yang kuat melawan penjajah Romawi, yaitu kalajengking.
Gigitan dari serangga ini dikatakan sangat menyakitkan hingga menyebabkan kematian. Jika pun selamat maka sakitnya bertahan lama yang akan berlangsung selama tiga hari, ini disertai dengan agitasi yang hebat, berkeringat, kejang-kejang, dan alat kelamin yang bengkak.
Advertisement