Sukses

Referendum Setop Minyak Sawit di Swiss Tuai Protes Indonesia

Organisasi Uniterre di Swiss mendorong referendum minyak sawit Indonesia.

Liputan6.com, Bern - Organisasi lingkungan Uniterre dari Swiss sedang mendorong adanya referendum minyak sawit. Tujuannya agar sawit tak dimasukan ke Free Trade Agreement (FTA) dengan Indonesia. 

Berdasarkan laporan Swissinfo.ch, Rabu (24/6/2020), kelompok pro-referendum menilai sawit Indonesia merusak hutan tropis dan tak mengikuti regulasi lingkungan. Mereka lantas membuat petisi yang didukung 59 ribu orang.

Jumlah itu melampaui minimal kuota agar dilakukan referendum nasional dan sudah diserahkan ke pemerintahan federal di Bern. Petisi ini disebut 'Setop Minyak Sawit' (Stop Palm Oil).

Komite referendum berkata Indonesia belum sungguh-sungguh menerapkan standar lingkungan dan sosial untuk mencegah kerusakan hutan. 

FTA antara Indonesia dan Swiss disepakati pada tahun lalu. Dalam perjanjian itu, produk minyak sawit disebut bisa mendapat pengurangan tarif hingga 40 persen. 

Duta Besar RI di Swiss, Muliaman Hadad, berkata Indonesia menghargai proses demokrasi di Swiss, tetapi menegaskan bahwa industri minyak sawit di Indonesia telah mengikuti aturan untuk mengurangi deforestasi.

Selain itu, Dubes Muliaman juga berkata Omnibus Law akan berdampak positif pada lingkungan. 

"Indonesia sangat berkomitmen untuk mengurangi deforestasi melalui moratrium pada lisensi penanaman minyak sawit baru. Omnibus law akan memiliki dampak besar dalam menggenjot perdagangan Indonesia dan menyediakan iklim investasi yang lebih menjanjikan serta bersahabat secara lingkungan di Indonesia," kata Dubes Muliaman.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Minyak Sawit Penting Bagi Indonesia

Ekspor minyak sawit Indonesia ke Swiss mencapai 10 ribu ton. Dubes Muliaman berkata bahwa sawit adalah sektor penting di Indonesia seperti sektor pembuatan jam tangan di Swiss. 

Dubes Swiss pun tetap ingin memperjuangkan minyak sawit, meskipun ekspor minyak sawit ke Swiss "hanya" 10 ribu ton dari total 35 juta ton.

"Minyak sawit adalah sektor penting bagi Indonesia. Kontribusinya adalah revenue ekspor terbesar kedua dan lebih besar ketimbang industri pembuatan jam tangan Swiss," ujar Muliaman. 

Ia pun tidak ingin ada diskriminasi produk di dalam FTA.

"Tidak ada diskriminasi di perdagangan bebas, setiap produk seharusnya diperlakukan sama. Minyak sawit juga penting bagi Indonesia dalam hal mengangkat rakyat dari kemiskinan," ucapnya.

Â