Liputan6.com, Jakarta - Gempa dengan magnitudo 7,5 (sebelumnya diberitakan M 7,4) mengguncang pantai selatan Meksiko pada Selasa 23 Juni malam, pukul 22.29 WIB. Gempa ini terjadi akibat dipicu deformasi batuan, tepat di zona Megathrust Oaxaca, negara bagian di Meksiko.
Lempeng Cocos yang mendasari Samudra Pasifik dekat Meksiko, secara perlahan mendorong pantai Oaxaca ke arah timur laut dengan kecepatan 50 hinga 70 milimeter per tahun. Pergerakan ini menjadi terkunci ketika berbenturan Lempeng Amerika Utara yang menjadi landasan daratan Oaxaca.
Advertisement
"Sehingga terjadilah akumulasi medan tegangan batuan tepat pada bidang kontak antar Lempeng Cocos dan Lempeng Amerika Utara," ungkap Kepala Bidang Mitigasi Gempa bumi dan Tsunami BMKG Daryono dalam keterangan tertulis yang diterima Liputan6.com, Rabu (24/6/2020).
Tekanan kulit bumi di zona megathrust itu pada Selasa malam, menurut dia, tampaknya sudah melampaui batas elastisitasnya hingga batuan tidak mampu lentur lagi sehingga patah dengan tiba-tiba selanjutnya memancarkan energi gelombang seismik.
"Sebagian tepi batas Lempeng Amerika utara itu tersentak secara tiba-tiba dalam arah yang berlawanan dengan arah penunjaman lempeng," kata Daryoo.
Gempa Oaxaca ini menimbulkan kerusakan dan sementara tercatat 5 orang meninggal dunia. Dahsyatnya gempa ini juga mengirim sentakan guncangan ke wilayah lain menyebabkan bangunan sejauh ratusan kilometer dari pusat gempa ikut bergoyang.
Meksiko merupakan wilayah rawan gempa, bahkan tidak asing lagi dengan peristiwa gempa kuat. Sudah banyak peristiwa gempa kuat yang melanda negara ini selama seabad terakhir seperti gempa pada 2017 (M 8,2), 2012 (M 7,4), 2003 (M7,5), 1995 (M 8,0), 1985 (M 8,0), 1932 (M 8,1), 1845 (M 7,9), dan 1786 (M 8,6).
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Pelajaran untuk Indonesia
Menurut Daryono, gempa Oaxaca Meksiko M 7,5 pada Selasa malam ini menarik untuk dicermati. Bahkan dapat diambil sebagai pelajaran.
"Pertama, bahwa gempa besar akan mengalami perulangan atau periode ulang, sehingga daerah yang pernah mengalami gempa besar pada masa lalu maka dapat kembali dilanda gempa kuat di masa yang akan datang," jelas dia.
"Sehingga wilayah Indonesia yang memiliki catatan sejarah gempa kuat pada masa lalu maka wajib hukumnya membangun bangunan tahan gempa serta mengedukasi warganya bagaimana cara selamat saat terjadi gempa. Ini penting sebagai upaya kesiapsiagaan dalam menghadapai kejadian gempa berikutnya," imbuhnya.
Kedua, sambung Daryono, gempa kuat sangat berpotensi terjadi di kawasan seismic gap. Zona seismic gap adalah zona sumber gempa aktif akan tetapi sudah lama tidak terjadi gempa dahsyat. Seismik gap ibarat bom waktu gempa yang satu saat akan meledak dengan melepas energi gempa sangat besar.
"Jika kita mencermati urutan sejarah gempa besar di Meksiko yang terjadi di sepanjang Subduksi Cocos, tampak bahwa gempa Oaxaca terjadi di kawasan yang selama ini 'kosong' dari gempa besar. Untuk itu kita perlu mengidentifikasi zona megathrust dan sesar aktif di Indonesia yang selama ini segmennya belum mengalami gempa kuat untuk diwaspadai."
Advertisement
Ketiga
Ketiga, lanjutnya, gempa bumi tidak membunuh dan melukai, tetapi bangunan roboh yang kemudian menimpa penghuninya adalah penyebab timbulnya korban jiwa. Jika mencermati tayangan video dan foto dampak gempa Oaxaca Meksiko berkekuatan M 7,5 ini, tampak banyak gedung bertingkat yang mengalami guncangan dahsyat, tetapi tidak mengalami kerusakan parah atau roboh.
"Dampak gempa Oaxaca hingga saat ini baru tercatat 5 orang meninggal dunia. Kondisi dampak gempa ini sangat berbeda dengan dampak Gempa Yogyakarta 2006. Dengan kekuatan yang jauh lebih kecil yaitu M 6,4, gempa Yogyakarta mengakibatkan korban jiwa lebih dari 5.800 orang meninggal," jelas Daryono.
"Tampaknya Meksiko sudah lama dalam menyiapkan struktur bangunan tahan gempa, sementara di Yogyakarta saat itu masih banyak bangunan yang di bawah standar aman gempa. Pelajaran terpenting yang dapat kita ambil sebagai pelajaran bahwa bangunan tahan gempa adalah kunci keselamatan yang paling utama dalam menghadapi gempa, sehingga cepat atau lambat harus kita merealisasikannya," ia memungkasi.