Sukses

Australia dan ASEAN Eratkan Kerja Sama Tangani Pandemi Corona COVID-19

Pertemuan para Menlu ASEAN dan Australia menghasilkan komitmen kerja sama multilateral.

Liputan6.com, Jakarta - Kerja sama antar-negara dalam meningkatkan efektivitas penanganan pandemi Virus Corona COVID-19 perlu ditingkatkan. 

Hal inilah yang dilakukan oleh pihak Indonesia melalui Kementerian Luar Negeri. Kali ini, giliran kerja sama antara ASEAN dan Australia yang digiatkan untuk mengatasi pandemi Virus Corona COVID-19.

Dalam pertemuan yang digelar secara virtual dengan tajuk Special ASEAN-Australia Foreign Ministers’ Meeting on COVID-19, satu hal pokok yang menjadi fokus pembahasannya adalah upaya bersama antara ASEAN dan Australia dalam merespons situasi darurat kesehatan dan pemulihan pasca pandemi COVID-19.

Sejak pandemi, para Menlu ASEAN telah melakukan pertemuan dan diskusi dengan para mitra dialognya seperti ASEAN-RRT, ASEAN-AS, ASEAN-Rusia dan yang terakhir dengan Australia. 

Mitra antara ASEAN dan Australia telah terjalin dengan baik sejak tahun 1974 dan merupakan mitra wicara pertama bagi ASEAN. 

Australia telah menjadi mitra strategis ASEAN sejak tahun 2014, maka dari itu kerja sama antar wilayah pun telah terjalin di berbagai bidang seperti perdagangan dan investasi, pendidikan, serta melawan kejahatan trans-nasional. 

2 dari 2 halaman

Tiga Fokus Utama

Secara khusus, Sekjen ASEAN Lim Jock Hoi menyampaikan kerja sama antara ASEAN dan Australia yaitu Option for Enhancing ASEAN-Australia Cooperation on the COVID-19 Response and Recovery yang mengusulkan keja sama di sektor ketahanan, kesehatan publik dan pemulihan ekonomi sesuai dengan prioritas negara ASEAN. 

"Dalam pertemuan tersebut saya menyampaikan tiga hal. Pertama adalah kerja sama vaksin, yang kedua mengenai kerja sama kawasan dan yang ketiga adalah kerja sama dalam penanganan kejahatan lintas negara," ujar Menlu Retno. 

Terkait kerja sama vaksin, Menlu Retno menyampaikan bahwa Indonesia merupakan salah satu co-sponsor untuk resolusi on COVID-19 yang berhasil diadopsi pada World Health Assembly ke-73 di Jenewa pada Mei lalu. 

"Adopsi resolusi ini tidak lepas dari kontribusi aktif Australia," jelas Menlu Retno.

Salah satu alasan mengapa Indonesia terpilih kali itu adalah karena adanya satu paragraf tentang obat dan vaksin yang menyerukan dilakukannya pengembangan, pengujian dan produksi massal obat COVID-19 yang aman, efektif dan terjangkau. Mengingat sejarah resolusi tersebut, maka kerja sama terkait obat dan vaksin perlu didukung oleh ASEAN dan Australia. 

Poin selanjutnya terkait kerja sama kawasan adalah pentingnya untuk mendorong kerja sama kedua pihak yakni ASEAN dan Australia. 

Disebutkan bahwa kedua pihak sudah memiliki banyak "kendaraan" untuk menguatkan kerja sama kawasan yang dapat dioptimalkan terutama untuk masa pemulihan pasca-pandemi. 

"Saya menyampaikan terdapat dua kendaraan yang dapat dipakai yakni melalui ASEAN Australia New Zealand Free Trade Area dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP)," jelasnya lagi.

Penandatanganan RCEP pada November mendatang akan berdampak signifikan pada proses pemulihan pasca-pandemi. 

"15 negara yang telah berpartisipasi di RCEP termasuk Australia, merupakan kekuatan ekonomi global yang sangat besar dan mencakup seperempat GDP dunia yang mencakup dua miliar penduduk," tambah Menlu Retno. 

Sementara itu di bidang politik dan keamanan, ASEAN Outlook on the Indo-Pacific bisa menjadi "kendaraan" yang bagus untuk memelihara stabilitas perdamaian dan kesejahteraan di kawasan Indo-Pasifik.

Poin terakhir yang dibahas adalah upaya memerangi kejahatan trans-nasional antar kawasan. 

"Yang saya maksud kali ini adalah tentang 99 pengungsi Rohingya yang masuk ke Indonesia pada 24 Juni 2020. Mereka terdiri dari 43 orang dewasa yaitu 30 perempuan dan 13 laki-laki dan 56 anak-anak di bawah 18 tahun yang terdiri dari 43 anak perempuan dan 13 anak laki-laki," ungkap Menlu Retno. 

Menlu Retno pun menyatakan bahwa atas nama kemanusiaan, Indonesia memutuskan untuk sementara menerima pengungsi tersebut di tengah situasi yang penuh tantangan termasuk pandemi COVID-19. 

"Selain faktor kemanusiaan, Indonesia juga akan menyelidiki lebih lanjut apakah mereka merupakan korban pengungsian dan perdagangan manusia," sambungnya lagi. 

Indonesia menyampaikan agar negara di kawasan terus meningkatkan kerja sama antar kawasan untuk memerangi kejahatan lintas negara termasuk perdagangan orang. 

Video Terkini