Liputan6.com, Tokyo- Dalam lima hari terakhir, lebih dari 1,2 juta warga di seberang pulau selatan Kyushu, Jepang, terpaksa meninggalkan rumah mereka. Warga mengungsi sementara di sekolah-sekolah, fasilitas komunitas, dan fasilitas darurat lainnya.Â
Menurut para ahli, pihak berwenang setempat harus memastikan adanya tindakan pencegahan penyebaran Virus Corona yang dilakukan, dengan banyaknya mereka di antara para korban banjir yang merupakan orang berusia lanjut dan tidak bisa berjauhan dari orang lain.Â
Akibat bencana ini, sebanyak 52 jiwa tewas dan 11 lainnya dinyatakan hilang, ditambah hujan lebat yang masih mengguyur sebagian besar wilayah Kyushu.Â
Advertisement
Selain banjir di area perumahan dekat sungai, derasnya hujan juga memicu tanah longsor hingga mengubur sejumlah rumah warga. Meskipun Waktu upaya menemukan korban telah menembus 72 jam dan pihak berwenang mengatakan kemungkinan terburuk bisa terjadi, operasi pencarian dan penyelamatan masih berlangsung.Â
Sebanyak 14 lansia penghuni panti jompo Senjuen di Prefektur Kumamoto dilaporkan terbawa genangan air dan tewas, akibat derasnya arus Sungai Kuma.Â
Banjir paling parah juga sempat terjadi dalam beberapa tahun terakhir di Prefektur Kumamoto, Oita, Miyazaki, Fukuoka, Nagasaki, dan Saga. Akibat bencana banjir ini, pemerintah pusat telah mengumumkan level tertinggi dari keadaan darurat, yaitu tingkat lima.Â
Pada 4 Juli, dalam 10 jam hingga 10 pagi waktu setempat Kota Minamata mencatat genangan air hujan setinggi 51,3 cm, sementara di Yunomae setinggi 49,7 cm dan wilayah Amakusa melaporkan 47,1 sentimeter.
Keniichi Inoue, yang merupakan seorang pejabat di balai kota Amakusa mengungkapkan, "Kami telah melakukan apa yang kami bisa, tetapi tidak ada yang memperkirakan hujan sebanyak ini."
"Saat ini, kami memiliki 8 korban jiwa akibat banjir dan sejak Jumat kami telah memberi tahu warga di daerah yang berisiko meninggalkan rumah mereka dan menuju ke salah satu pusat darurat yang ditunjuk," tambah Inoue.
"Sekolah lokal, fasilitas masyarakat dan bagian dari balai kota digunakan sebagai tempat perlindungan sementar, meskipun kami tidak yakin berapa lama mereka harus tinggal," katanya, seperi dikutip dari DW, Kamis (9/7/2020).
Saksikan Video Berikut Ini:
Kekhawatiran Risiko Penyebaran Virus CoronaÂ
"Kami memeriksa suhu tubuh seluruh korban banjir setibanya di lokasi pengungsian, dan kami juga meminta mereka untuk sering mencuci tangan dan tetap selalu menjaga jarak dari orang lain, meskipun itu tidak selalu memungkinkan" kata Keniichi Inoue.Â
Tak sampai disitu, kondisi serupa juga dialami warga di Kyushu.
Sementara di Kota Minamata, 10Â tempat penampungan telah dibuka, di mana 20 ribu warga telah diminta untuk meninggalkan rumah mereka dan secara sementara menempati fasilitas olahraga sekolah setempat.
Sedangkan di Prefektur Kagoshima, lebih dari 100 tempat pengungsian telah dibuka oleh pihak pemerintah daerah, mereka juga mendesak semua pengungsi untuk tetap menjaga jarak dan menggunakan fasilitas secara teratur.
Kazuhiro Tateda, Presiden Asosiasi Penyakit Menular Jepang dan anggota komite yang dibentuk oleh pemerintah untuk memerangi penyebaran Virus Corona, mengungkapkan bahwa ada alasan tertentu untuk merasa khawatir.
"Kami sangat prihatin karena mereka yang tinggal di fasilitas darurat ini harus berdekatan satu sama lain dalam jangka waktu yang cukup lama, dan itu adalah masalah besar," kata Kazuhiro Tateda kepada DW.Â
Tetapi "Satu hal yang baik adalah hingga saat ini, kami belum melihat banyak penambahan kasus Virus Corona, tidak sItuasi di di Tokyo," ujarnya.
Advertisement