Sukses

Pengadilan Inggris Izinkan Kepulangan Shamima Begum, Gadis yang Kabur Gabung ISIS

Shamima Begum, seorang gadis yang kabur untuk bergabung dengan ISIS beberapa tahun yang lalu, telah mendapatkan izin untuk pulang ke Inggris.

Liputan6.com, London- Seorang gadis yang kabur untuk bergabung dengan ISIS, Shamima Begum, telah mendapatkan izinnya untuk pulang ke Inggris. Izin itu dikeluarkan berdasarkan keputusan pengadilan banding. 

Shamima, yang kini berusia 20 tahun, sempat tidak berhasil pada tahap pertama dari pengajuannya tentang legalitas keputusan pemerintah di Komisi Banding Imigrasi Khusus (SIAC) pada Februari lalu.

Namun pengadilan juga mengatakan, Shamima tidak dapat memiliki "banding yang adil dan efektif" atau memainkan "bagian yang penting" dalam proses tersebut, karena dia tinggal di kamp pengungsi Suriah.

Kendati demikian, tiga hakim di Pengadilan Banding memutuskan untuk mencabut putusan dari SIAC tersebut.

Mereka mengatakan, "Shamima Begum harus diizinkan kembali ke Inggris dan mengejar bandingnya meskipun sesuai atas kendali yang dilakukan menteri luar negeri."

Bersama dua temannya, Shamima berusia 15 tahun saat ia kabur dari Bethnal Green, London, Inggris, ke Suriah dan bergabung dengan ISIS pada 17 Februari 2015.

Setelah tiba di wilayah kekuasaan ISIS, Shamima mengaku ia menikah dengan seorang anggota asal Belanda.

Ia juga sempat memiliki tiga anak, yang 2 di antaranya meninggal saat tinggal di wilayah kekuasaan ISIS, dan satu bayinya yang meninggal setelah dilahirkan, seperti dikutip dari AFP, Jumat (17/7/2020).

 

Saksikan Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Perjuangan yang Tak Mudah

Setelah kisahnya banyak menjadi sorotan dunia, Menteri Luar Negeri Inggris pada saat itu, Sajid Javid, mencabut kewarganegaraan Shamima, dengan alasan keamanan nasional.

Gadis kelahiran Inggris tersebut merupakan keturunan Bangladesh, namun kementerian luar negeri negara asalnya mengatakan, mereka tidak akan mempertimbangkan untuk memberikan kewarganegaraan.

Menurut pengacara Shamima Begum, Daniel Furner, kliennya tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk memberikan sisi ceritanya, yang membuat keputusan London dinilai tidak adil.

Setelah keputusan yang dikeluarkan oleh pengadilan banding, Kelompok HAM Liberty juga menyambut keputusan itu, dengan mengatakan bahwa hak atas peradilan bukanlah sesuatu yang seharusnya dikesampingkan oleh pemerintah.

Liberty menegaskan, "Ini adalah bagian paling dasar dari sistem peradilan kami dan akses yang sama terhadap keadilan harus berlaku untuk semua orang."