Sukses

7 Orang Tewas Dalam Insiden Ledakan Bom Mobil di Perbatasan Suriah-Turki

7 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam insiden ledakan bom mobil yang terjadi di di Suriah utara dekat perbatasan Turki.

Liputan6.com, Beirut- Seorang pemantau perang mengatakan bahwa setidaknya 7 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka dalam insiden ledakan bom mobil yang terjadi di di Suriah utara dekat perbatasan Turki. 

Kepala Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia Rami Abdel Rahman mengatakan kepada AFP, "Sebuah bom mobil meledak di bundaran yang mengarah ke pintu masuk pos perbatasan Bab al-Salam."

Selanjutnya, Rami Abdel Rahman mengatakan bahwa "Tujuh orang terbunuh, termasuk lima warga sipil, dan lebih dari 60 orang terluka, termasuk wanita dan anak-anak."

Ledakan bom mobil yang terjadi di wilayah utara Provinsi Aleppo, yang dikendalikan oleh tentara Turki dan pasukan sekutu Suriah, secara teratur melihat serangan mematikan dan pembunuhan yang ditargetkan.

Observatorium menuduh kelompok tertentu dalam ledakan bom mobil itu, dan menilai ledakan tersebut mungkin sebagai pembalasan atas lonjakan operasi oleh pasukan yang didukung Turki dan Turki terhadap sel-sel IS di wilayah tersebut, demikian seperti dikutip dari AFP, Senin (20/7/2020). 

 

Saksikan Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Perbatasan sedang Ditutup

Perbatasan Bab al-Salam diketahui merupakan titik masuk utama untuk bantuan kemanusiaan lintas perbatasan ke Suriah utara, tetapi ditutup awal pada bulan ini setelah tekanan Rusia di Dewan Keamanan PBB.

Sebuah bom mobil di daerah Azaz, dekat Bab al-Salam, telah menewaskan 5 orang dan melukai 85 orang, menurut laporan Kantor berita resmi Turki, Anadolu. Milisi Kurdi YPG dituding bertanggung jawab atas insiden itu.

Setidaknya 46 orang termasuk pemberontak yang didukung Turki tewas pada bulan April, ketika sebuah bom truk bahan bakar meledak di Afrin, yang merupakan sebuah kota yang dikendalikan oleh proxy Ankara.

Sebanyak lebih dari 380 ribu orang telah tewas dalam konflik Suriah sejak 2011, dan memaksa lebih dari setengah populasi pra-perang negara itu dari rumah mereka.