Liputan6.com, New York City - Pada 28 Juli 1917, warga Afrika-Amerika menggelar Parade Hening (Silent Parade) di New York. Mereka berjalan secara bermartabat untuk menentang rasisme terhadap warga kulit hitam di beberapa daerah Amerika Serikat.
Sebelum acara ini digelar, ada dua serangan brutal terhadap warga Afrika-Amerika yang terjadi di Texas dan Tennessee.
Advertisement
Baca Juga
Di Waco, Texas, sebanyak 10 ribu orang berkumpul menyaksikan seorang pria kulit hitam digantung. Di Tennessee, lima ribu orang berkumpul untuk myanksikan hal serupa.
Parade Hening yang berlangsung di New York melibatkan delapan ribu hingga 10 ribu warga Afrika-Amerika di New York, termasuk wanita dan anak-anak. Mereka berjalan di Manhattan dengan hanya diiringi suara drum.
Ketegangan antara warga kulit hitam dan putih juga dipicu masalah ekonomi. Pada awal abad-20, warga kulit hitam melaksanakan Migrasi Besar dari wilayah selatan menuju utara AS yang industrinya lebih maju.
Pemilik bisnis di New York pun memilih pegawai mempekerjakan pegawai Afrika-Amerika yang upahnya lebih rendah. Kerusuhan pun sempat terjadi sampai Garda Nasional turun tangan.
Peserta Parade Hening juga protes kepada Presiden Woodrow Wilson yang sering mengecewakan komunitas Afrika-Amerika karena dianggap kurang maksimal dalam melawan segregasi.
Parade Hening merupakan gerakan yang bersejarah karena terjadi jauh sebelum tokoh Martin Luther King atau Malcolm X muncul di publik.
Ketegangan ras masih terjadi di AS hingga kini. Fokus yang terjadi belakangan ini menyorot kepolisian yang dianggap brutal terhadap warga kulit hitam.