Liputan6.com, Beirut - Setidaknya 50 orang tewas dan 2.700 lainnya cedera dalam ledakan besar di ibu kota Lebanon, Beirut, menurut menteri kesehatan negara itu.
Perdana menteri Lebanon menyebutnya sebagai "bencana besar", dan bersumpah bagi mereka yang bertanggung jawab untuk bertanggungjawab atas apa yang telah terjadi.
"Di mana-mana - di semua jalan dan daerah dekat dan jauh dari ledakan itu ada korban," kata Kepala Palang Merah Lebanon, George Kettan menambahkan, seperti dikutip dari Sky News, Rabu (5/8/2020).
Advertisement
Rekaman yang diposting di media sosial menunjukkan sebuah bangunan bertingkat tinggi meledak, mengirimkan gelombang kejut yang luas di seluruh kota. Terdengar dan terasa sejauh Siprus - lebih dari 200 km (180 mil) jauhnya.
Gambar yang beredar juga menunjukkan adegan kehancuran, menunjukkan mobil-mobil terbalik dan kru darurat berkumpul di sekitar gedung yang hancur.
Ledakan itu sepertinya berpusat di sekitar area pelabuhan kota yang berisi gudang-gudang, dan terasa hingga beberapa area di ibu kota.
Menurut kantor berita NNA mengutip Kepala Keamanan Internal Lebanon, Abbas Ibrahim, ledakan di Beirut itu terjadi di sebuah gedung yang berisi bahan-bahan yang sangat eksplosif. Laporan sebelumnya menyatakan bangunan itu adalah gudang penyimpanan kembang api.
Â
Saksikan Juga Video Ini:
Ledakan Seperti Bom Nuklir, Kerusakan Bak Zona Perang
Para saksi mata mengatakan sejumlah orang terluka selama kehancuran yang meluas di seluruh kota. Ada penduduk melapor langit-langit bangunan runtuh dan jendela-jendela hancur.
Kolom asap besar terlihat menjulang di atas kota setelah ledakan.
Orang-orang yang terluka terlihat tergeletak di tanah dekat pelabuhan Beirut, menurut seorang fotografer di tempat kejadian.
Media lokal juga melaporkan satu rumah sakit telah menyatakan tidak dapat mengambil pasien lagi dan meminta sumbangan darah.
Penyebab ledakan, yang terjadi tepat setelah pukul 18.00 waktu setempat (15:00 GMT), hingga kini belum diketahui pasti. Perdana Menteri Hassan Diab telah menyerukan hari berkabung pada hari Rabu.
Editor Sky News Timur Tengah Zein Ja'far, yang berada di pusat kota Beirut pada saat ledakan Selasa 4 Agustus sore waktu setempat mengat akan ledakan besar itu menyebabkan jendela runtuh dan membentuk seperti gua.
"Ledakan ini merobek fasad bangunan tempat kami berada, dan begitu debu mereda, kami dan orang lain di blok ini bergegas ke luar. Benar-benar pemandangan yang mengkhawatirkan," kata Zein Ja'far.
"Suara sirene brigade pemadam kebakaran, ambulans, polisi dan juga militer telah cukup gencar selama 45 menit terakhir dan sejumlah besar layanan darurat dan pasukan keamanan bergegas ke daerah itu sekarang," ungkap Zein Ja'far.
"Banyak orang yang sangat linglung, sangat berlumuran darah berjalan-jalan mencoba mengumpulkan sikap mereka," tutur editor Sky News itu.
Seorang warga setempat bernama Fady Roumieh, berdiri di tempat parkir sebuah pusat perbelanjaan sekitar 2 km (1,2 mil) timur ledakan. Dia berkata: "(Itu) seperti bom nuklir. Kerusakan begitu luas dan parah di seluruh kota".
"Beberapa bangunan sejauh 2 km sebagian runtuh. Ini seperti zona perang. Kerusakannya ekstrem. Tidak ada satu pun jendela kaca yang utuh," imbuh Fady Roumieh.
Ketika malam tiba, api masih menyala di distrik pelabuhan dan sirene ambulans terdengar di seluruh kota.
Advertisement
Inggris Siap Bantu hingga Israel Bantah Sebagai Dalang
Menteri Luar Negeri Dominic Raab mengatakan Inggris "siap menawarkan bantuan dan dukungan" kepada mereka yang terkena dampak.
Sementara Menteri luar negeri Israel mengatakan negara itu "tidak ada hubungannya dengan insiden itu". Dan pasukan pertahanannya menambahkan bantuan kemanusiaan dan medis sedang ditawarkan karena "ini adalah waktu untuk mengatasi konflik".
Ledakan itu terjadi ketika Lebanon mengalami krisis ekonomi dan keuangan terburuk dalam beberapa dekade.
Itu juga terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara Israel dan kelompok militan Hizbullah di sepanjang perbatasan selatan Lebanon.