Liputan6.com, Beirut - Ratusan pemuda Lebanon menyapu serta membersihkan puing-puing bangunan akibat ledakan mematikan yang terjadi pada Selasa kemarin.
Ledakan itu menghancurkan jendela dan pintu banyak bangunan yang lokasinya dekat dekat dengan pusat ledakan.
Operasi pembersihan secara spontan ini berlangsung di Beirut yang merupakan bentuk solidaritas dari kaum muda Lebanon sebagai langkah bangkit bersama.
Advertisement
Baca Juga
Ledakan itu menewaskan sedikitnya ratusan orang, melukai ribuan orang dan memperparah kemarahan publik yang meletus dalam protes tahun lalu terhadap pemerintah yang dianggap korup dan tidak efisien, demikian dikutip dari laman Channel News Asia, Kamis (6/8/2020).
"Kami sedang berusaha untuk memperbaiki negara ini. Kami telah mencoba untuk memperbaikinya selama sembilan bulan tetapi sekarang kami akan melakukannya dengan cara kami sendiri," kata Fadlallah seorang pemuda yang pernah ikut berdemo.
Beberapa pekerja pertahanan sipil terlihat memeriksa struktur bangunan tetapi mereka kalah jumlah dengan sukarelawan muda yang membanjiri jalan untuk membantu.
Dalam kelompok-kelompok kecil, mereka dengan penuh semangat menyapu kaca di bawah bangunan yang meledak, menyeretnya ke dalam kantong plastik.
Yang lainnya memanjat tangga yang dipenuhi puing-puing untuk menawarkan tempat tinggal kepada penduduk yang menghabiskan malam sebelumnya di udara terbuka.
"Kami mengirim orang-orang ke rumah jompo dan tempat sahabat kami lainnya untuk membantu mereka menemukan rumah malam ini," kata Husam Abu Nasr, seorang sukarelawan berusia 30 tahun.
"Kami kecewa, karena negara tidak mengambil langkah-langkah untuk masalah ini, jadi kami mengambil tindakan sendiri," katanya.
Masyarakat Lebanon di seluruh negeri telah menawarkan untuk menampung warga Beirut yang rumahnya mengalami kerusakan.
"Saya tidak bisa membantu dengan uang. Jadi kami bawa makanan, air, coklat dan dukungan moral," kata Rita Ferzli, 26 tahun.
Â
Simak video pilihan berikut:
Rencana Protes
Kemarahan terhadap pemerintah terlihat jelas di antara para sukarelawan, banyak dari mereka menyalahkan pejabat pemerintah karena gagal mengurusi bahan peledak yang tertinggal di pelabuhan selama bertahun-tahun.
"Mereka semua duduk di kursi mereka dengan AC, sementara orang-orang kelelahan di jalan," kata Mohammad Suyur (30) saat membantu menyapu jalanan.
"Hal terakhir di dunia yang harusnya mereka pedulikan adalah negara ini dan orang-orang yang tinggal di dalamnya."
Dia mengatakan para aktivis sedang bersiap untuk menyalakan kembali gerakan protes pada bulan Oktober.
"Kita tidak bisa menanggung lebih dari ini," katanya.
Advertisement