Liputan6.com, Jakarta - Indonesia saat ini sedang memegang jabatan sebagai presiden Dewan Keamanan atau DK PBB. Dalam jabatan tersebut, Menlu Retno Marsudi pun memimpin sidang perdana secara virtual yang membahas keterkaitan antara Penanggulangan Terorisme dan Kejahatan Terorganisir.
Pertemuan terbuka ini dihadiri Direktur Eksekutif UNODC (UN Office of Drugs and Crime) Under Secretary General, United Nations Office of Counter-Terrorism (UNOTC) dan seluruh anggota DK PBB.
Secara khusus USG UNOTC menyampaikan apresiasi terhadap Indonesia atas berbagai upaya dalam menanggulangi terorisme.
Advertisement
Baca Juga
Selama pandemi, negara yang bukan merupakan anggota DK PBB dan Organisasi Internasional yang berpartisipasi dalam open debate menyampaikan statementnya secara tertulis.
"Keterkaitan antara kejahatan terorisme dan kejahatan terorganisir merupakan sebuah fenomena baru dan sangat berbahaya, dan menjadi ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional khususnya di masa pandemi," ujar Menlu Retno.
Dalam pernyataan nasional, Indonesia menekankan bahwa perang terhadap pandemi tidak boleh menyurutkan upaya dalam mengatasi ancaman terorisme.
Hal ini sejalan dengan resolusi DK PBB nomor 2532 terkait COVID-19 yang menyerukan gencatan senjata selama pandemi, kecuali untuk memerangi terorisme.
"Kita tidak ingin melihat bahwa pandemi justru berikan “kondisi kondusif” bagi terorisme untuk memperkuat diri," ungkap Menlu Retno.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Usulan Indonesia
Terkait topik dan isu tersebut, Indonesia pun menyampaikan tiga hal utama guna mengantisipasi ancaman yang lebih besar dari keterkaitan antara terorisme dan kejahatan terorganisir.
Pertama, pentingnya menyesuaikan kebijakan dalam menangani keterkaitan antara terorisme dan kejahatan terorganisir yang selama ini diambil.
"Upaya yang selama ini berjalan sendiri-sendiri dalam mengatasi kejahatan terorisme dan kejahatan terorganisir harus diubah. Sinergi antara aparat penegak hukum harus dilakukan," tegas Menlu Retno.
Kedua, memperkuat infrastruktur hukum dan institusi dalam mengatasi keterkaitan kedua kejahatan ini.
Instrumen hukum internasional terkait dua kejahatan terorisme dan kejahatan terorganisir harus dicerminkan dalam hukum nasional negara.
"Ini akan memperkuat kapasitas hukum nasional dalammengatasi keterkaitan tersebut," ujarnya kemudian.
Selain itu kapasitas penegak hukum dalam mengatasi fenomena keterkaitan ini juga harus ditingkatkan.
Selama ini, JCLEC telah aktif membangun kapasitas penegak hukum bagi lebih dari 100 negara di bidang penanggulangan terorisme dan kejahatan terorganisir.
"Ke depan, kita akan pastikan agar isu keterkaitan terorismedengan kejahatan terorganisir menjadi bagian dari program JCLEC," tambah Menlu Retno lagi.
Advertisement
Perkuat Mekanisme Kawasan
Selanjutnya, Menlu Retno juga menekankan pentingnya memperkuat mekansime Kawasan dalam merespon fenomena keterkaitan ini.
"ASEAN misalnya memiliki platform dalam membahas dua kejahatan ini sekaligus. Ini dapat menjadi conto hbagi organisasi kawasan lainnya," papar Menlu Retno.
Selain itu, sinergi antara organisasi Kawasan dan organisasi internasional menjadi sebuah keniscayaan dalam mengatasi keterkaitan ini.
"Ini dapat dilakukan melalui tukar menukar informasi, praktek terbaik khususnya terkait kekhususan setiap Kawasan," jelas Menlu Retno lagi.
Dalam pertemuan tersebut pula, negara anggota DK memberikan apresiasi terhadap pertemuan virtual ini yang memberikan perhatian dalam mengatasi keterkaitan dua kejahatan ini khususnya pada saat pandemi.