Liputan6.com, Jakarta - Dalam pandemi ini, kita menggunakan plastik yang lebih banyak dari kehidupan biasanya. Hal ini dikarenakan karena masyarakat yang diimbau untuk menjaga kebersihan dengan menggunakan masker, atau face shield. Alat pelindung diri itu dan beberapa peralatan medis lainnya banyak yang terbuat dari bahan plastik, dan membuat gaya hidup zero waste mungkin tidak maksimal.
Zero waste bukan berarti manusia tidak menghasilkan sampah sama sekali. Hanya saja kita mengurangi agar tidak terjadi penumpukan sampah berlebih yang dapat mencemari alam.Â
Baca Juga
Seperti yang diketahui kebanyakan orang, pemerintah telah melarang penggunaan plastik sekali pakai sejak 1 Juli 2020. Namun nyatanya, sampah plastik selama pandemi tetap meningkat akibat aktivitas belanja daring, dan pesan antar yang meningkat selama pandemi dan juga sampah medis.Â
Advertisement
Dilaporkan dari Plastic in Packaging, yang mengutip dari Kementrian Kesehatan, Indonesia telah memproduksi sampah medis dari 2,820 rumah sakit dan 9,884 Puskesmas. Diperkirakan bahwa setiap harinya Indonesia memproduksi sampah medis sebanyak 290 ton.Â
Namun Indonesia hanya memiliki sepuluh mesin untuk memproses ulang sampah medis ini.Â
Sampah plastik non-medis sendiri datang dari meningkatnya belanja online. Tercatat bahwa situs belanja daring meningkat sebesar 80-85 persen, sedangkan pesan antar makanan naik hingga 30-40 persen.Â
Meski telah melarang penggunaan plastik sekali pakai di tempat umum seperti pasar tradisional atau supermarket, masih belum ada larangan menggunakan plastik dari situs belanja daring.
Memerangi masalah sampah plastik di Indonesia pun juga tidak lah mudah. Pada April lalu, sebanyak 63,000 orang dari pekerja proses daur ulang dirumahkan akibat pandemi.Â
Liputan6.com berbincang kepada tim Zero Waste Malang dan Kota Tanpa Sampah untuk menghadapi masalah ini:
Simak video pilihan berikut:
Yang Dapat Dilakukan Masyarakat
Dari Zero Waste Malang, Herlina mengungkapkan beberapa cara yang dapat dilakukan masyarakat dengan mudah, yaitu membawa kantongan sendiri ketika berbelanja.Â
Tak hanya itu, Herlina juga mengatakan bahwa di daerahnya, penjual daging di pasar pun menerima titip kontainer yang bisa digunakan kembali ketika berbelanja.Â
"Di tempat saya, ada penjual daging, ayam, dan sebagainya yang menerima titip wadah, bila ada layanan seperti itu di daerah masing-masing, maka itu dapat diterapkan," ujarnya kepada Liputan6.com.Â
Menurut Herlina sendiri, penggunaan alat pelindung diri medis yang terbuat dari plastik, saat ini tidak dapat dihindari, karena untuk keselamatan semua orang.Â
Di daerah yang lebih besar, seperti Jakarta, sudah tersedia swalayan yang telah menyediakan konsep zero waste. Salah satu contohnya adalah Naked Inc yang terletak di COMO PARK, Jakarta Selatan.
Tanggapan serupa juga dikatakan oleh Ade Amelia dari Kota Tanpa Sampah. Sebelum melihat keseluruhan sampah plastik selama pandemi (termasuk sampah plastik APD), masyarakat harus sadar dalam penggunaan plastik.Â
"Kita harus memilah-milah mana yang bisa kita kurangi terlebih dahulu, misalnya penggunaan plastik ketika berbelanja," ujar Ade Amelia.Â
"Tapi yang jadi concern adalah kemana sampah plastik APD ini setelah pandemi? Apakah akan dikelola dengan baik."
"Jadi perlu kita garis bawahi, selama pandemi ada kerentanan bahwa sampah plastik itu meningkat, tapi kita bisa lihat bagaimana sih prioritasnya," ujarnya.
Advertisement
Bagaimana Menerapkan Gaya Hidup Zero Waste Di Tengah Pandemi?
Berbelanja lokal, di mana masyarakat hanya membeli barang yang benar-benar dibutuhkan di sekitar tempat tinggal masing-masing, dapat menjadi salah satu solusi. Karena, dengan berbelanja di sekitar rumah, masyarakat dapat mengurangi packaging yang berlebihan.Â
Masyarakat juga dapat membawa kantong belanjanya sendiri (tote bag, atau kardus, dan jenis kontainer lainnya).Â
Namun plastik saja tidak cukup, karena sampah makanan di Indonesia juga sangat tinggi.Â
Mengutip dari Ade Amelia, dari Kota Tanpa Sampah, ternyata Indonesia juga merupakan negara yang memproduksi sampah makanan terbesar kedua di dunia.Â
Didasari oleh riset yang menulis bahwa sampah makanan rata-rata berasal dari Surabaya, dan Bogor, seperti yang dikutip dari The Conversation, Sabtu (8/8/2020). Kedua kota ini menyumbang lebih dari 60 persen total sampah makanan.
Sehingga, sebelum membeli bahan makanan lagi, masyarakat dihimbau untuk melihat apa yang ada di food storage mereka masing-masing.
Masyarakat harus melihat kembali kebutuhan mereka sebelum membeli, agar mengurangi sampah.
Jadi perjalanan Indonesia melawan sampah plastik dan sampah pada umumnya masih sangat panjang.
Â
Reporter: Yohana Belinda