Liputan6.com, Beirut - Pengunjuk rasa di Beirut telah menyerbu kementerian dan kantor pemerintahan Lebanon pada akhir pekan 8 Agustus 2020 waktu setempat. Mereka dilaporkan meluapkan amarah kepada administrasi negara atas ledakan besar pada Selasa 4 Agustus 2020 yang menewaskan sedikitnya 150 orang.
Ribuan orang turun ke jalan untuk memprotes. Polisi telah menembakkan gas air mata ke arah para demonstran yang melempar batu.
Suara tembakan juga terdengar dari pusat Martyrs 'Square (Lapangan Martir).
Advertisement
Dalam pidato yang disiarkan televisi, PM Lebanon Hassan Diab mengatakan dia akan meminta Pemilu dini sebagai jalan keluar dari krisis.
"Kita tidak bisa keluar dari krisis struktural negara tanpa mengadakan pemilihan parlemen lebih awal," katanya. Masalah itu akan dibahas di kabinet pada Senin 10 Agusuts mendatang.
Banyak orang Lebanon marah atas kegagalan untuk mencegah ledakan di gudang yang menyimpan lebih dari 2.000 ton amonium nitrat, demikian seperti dikutip dari BBC, Minggu (9/8/2020).
Material tersebut telah disita dari sebuah kapal enam tahun lalu tetapi tidak pernah dipindahkan. Pemerintah berjanji akan menemukan mereka yang bertanggung jawab.
Ledakan di pelabuhan menghancurkan bagian-bagian kota dan memperdalam ketidakpercayaan terhadap apa yang telah dilihat banyak orang sebagai kelas politik Lebanon yang tidak kompeten dan korup.
Â
Simak video pilihan berikut:
Menduduki Kantor Pemerintah
Demo hari ini juga merupakan bagian dari gerakan protes anti-pemerintah yang meletus sejak Oktober 2019, dipicu oleh krisis ekonomi dan mata uang yang runtuh.
Pada Minggu 9 Agustus 2020, puluhan pengunjuk rasa menyerbu kementerian pemerintah dan kantor pusat asosiasi perbankan negara itu.
Penggerebekan dimulai setelah sekelompok orang meneriakkan slogan anti-pemerintah dan membakar potret Presiden Michel Aoun. Mereka kemudian memasuki kementerian luar negeri dan menyerukan agar semua kementerian diduduki.
"Kami memilikinya. Semuanya milik kami. Polisi ada di luar gerbang. Mereka tidak bisa menghentikan kami," salah satu pengunjuk rasa, yang mengidentifikasi dirinya sebagai Rebecca, mengatakan kepada Newshour BBC.
Para pengunjuk rasa di kementerian luar negeri --setidaknya berjumlah 100 orang-- juga tediri dari pensiunan perwira militer. Mereka masuk ke gedung itu dengan relatif mudah karena bangunan yang telah rusak akibat ledakan hari Selasa.
Laporan media mengatakan tentara mengusir kelompok pengunjuk rasa dari kementerian luar negeri beberapa jam kemudian, tetapi bangunan lain tetap ditempati.
Rekaman TV menunjukkan pengunjuk rasa menerobos kementerian energi dan ekonomi.Tentara juga terlihat berpatroli di jalan-jalan dengan kendaraan yang dipasangi senapan mesin.
Â
Advertisement
Peluru Tajam Ditembakkan
Massa diperkirakan antara 5.000 dan 10.000 berkumpul untuk protes pada hari Sabtu, termasuk pawai dari salah satu daerah yang paling hancur di dekat pelabuhan ke Lapangan Martir.
Bentrokan dengan polisi dimulai sejak dini. Beberapa pengunjuk rasa melemparkan batu dan tongkat, dan polisi menanggapi dengan gas air mata dan peluru karet.
Ada titik api di barikade yang dirancang untuk mencegah demonstran mencapai parlemen.
Polisi mengonfirmasi kepada kantor berita Reuters bahwa peluru tajam telah ditembakkan di pusat kota Beirut, meskipun tidak jelas siapa yang menembak.
Seorang petugas polisi dipastikan tewas selama protes. Dia jatuh dari lantai tinggi hotel, dilaporkan setelah dikejar di sana oleh pengunjuk rasa.
Palang Merah setempat mengatakan telah merawat 117 orang yang terluka di tempat kejadian. 55 lainnya dibawa ke rumah sakit.
Saat protes berlangsung, tiang gantungan tiruan didirikan di Martyrs'Square untuk menegaskan pandangan para demonstran tentang para pemimpin politik negara.
Selain menunjukkan kemarahan kota, pawai itu juga dimaksudkan untuk mengenang korban ledakan, yang melukai 6.000 orang, menurut kabar terbaru. Sekitar 300.000 orang kehilangan tempat tinggal.
Badan-badan PBB telah memperingatkan krisis kemanusiaan di Lebanon, termasuk kemungkinan kekurangan makanan dan ketidakmampuan untuk terus memerangi pandemi Covid-19.