Sukses

6 Hal di Balik Vaksin Virus Corona COVID-19 Pertama di Dunia Buatan Rusia

Menteri Kesehatan Rusia Mikhail Murashko mengonfirmasi vaksin yang dikeluarkan di Rusia itu merupakan yang pertama di dunia.

Liputan6.com, Moskow - Rusia menjadi negara pertama di dunia yang mendaftarkan vaksin Virus Corona COVID-19 buatannya.

Menteri Kesehatan Rusia Mikhail Murashko mengonfirmasi vaksin yang dikeluarkan di Rusia itu merupakan yang pertama di dunia, sementara negara lain masih mengembangkan studi klinis vaksin COVID-19.

Murashko mengatakan, vaksin baru tersebut setelah melewati seluruh pemeriksaan yang diperlukan. Hasilnya, vaksin itu dapat membentuk kekebalan tubuh yang stabil.

Pengumuman ini menyebabkan pro dan kontra. Banyak pihak yang meragukan keberhasilan Rusia membuat vaksin COVID-19. Seperti dikutip dari berbagai sumber, berikut 6 fakta soal vaksin buatan Rusia bernama Sputnik V itu:

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 7 halaman

1. Diumumkan Presiden Putin

Presiden Rusia Vladimir Putin berharap vaksin itu dapat segera diproduksi massal. Ia mengumumkan bahwa vaksin buatan negaranya telah siap dan berterima kasih pada peneliti.

"Saya tahu itu terbukti efisien dan dapat membentuk kekebalan yang stabil," kata Putin, dikutip dari laman AP.

"Kita harus berterima kasih kepada mereka yang membuat langkah pertama itu sangat penting bagi negara kita dan seluruh dunia."

"Yang terutama, tentu saja, adalah bahwa di masa depan kami dapat memastikan keamanan tanpa syarat dari vaksin ini serta keefektifannya," kata Putin, sembari memberikan selamat kepada semua orang yang berperan dalam pembuatan obat tersebut, seperti dilansir Xinhua.

 

3 dari 7 halaman

2. Diproduksi Massal Akhir Agustus 2020

Wakil Perdana Menteri Rusia Tatyana Golikova pada pertemuan yang sama mengatakan bahwa dirinya memperkirakan produksi vaksin akan dimulai pada akhir Agustus atau awal September mendatang, dan para petugas kesehatan akan menjadi yang pertama divaksinasi.

Putin berharap produksi massal vaksin yang terdaftar itu akan dimulai di Rusia dalam waktu dekat, dan vaksinasi akan tersedia bagi semua orang di negara tersebut secara sukarela.

Putin mengatakan bahwa salah satu putrinya yang telah diberi vaksin COVID-19 itu merasa sehat setelahnya.

 

4 dari 7 halaman

3. Diberi Nama Sputnik V

Vaksin yang diklaim Rusia telah ditemukan ini diberi nama Sputnik V. Rusia mengumumkan pada Selasa, 11 Agustus 2020 bahwa vaksin pertamanya itu untuk mencegah penularan Corona COVID-19.

Untuk menghormati momen antariksa dalam Perang Dingin lalu, mereka menamai vaksin itu dengan nama Sputnik V setelah satelit pertama dunia, yang disebut Sputnik, diluncurkan oleh Uni Soviet pada 4 Oktober 1957.

Nama tersebut menandakan keberhasilan negara tersebut menjadi yang pertama.

 

5 dari 7 halaman

4. Diragukan Para Ilmuan

Para ilmuwan di Rusia dan negara lain seakan-akan membunyikan alarm, mengatakan bahwa mereka terburu-buru menawarkan vaksin sebelum pengujian tahap akhir dan itu bisa menjadi bumerang.

Apa yang disebut uji coba Fase 3 yang melibatkan puluhan ribu orang dan dapat memakan waktu berbulan-bulan. Itu adalah satu-satunya cara untuk membuktikan apakah vaksin eksperimental aman dan benar-benar berhasil, demikian dikutip dari laman AP.

Sebagai perbandingan, vaksin yang memasuki pengujian tahap akhir di AS membutuhkan studi masing-masing 30.000 orang. Dua kandidat vaksin telah memulai studi besar tersebut, dengan tiga lagi akan dimulai pada musim gugur.

"Persetujuan jalur cepat tidak akan menjadikan Rusia pemimpin dalam perlombaan, itu hanya akan membuat konsumen vaksin terkena bahaya yang tidak perlu," kata Asosiasi Organisasi Uji Klinis Rusia, dalam mendesak pejabat pemerintah untuk menunda persetujuan vaksin tanpa menyelesaikan uji coba lanjutan.

 

6 dari 7 halaman

5. Disebut Molotov, Bukan Vaksin

Berbicara kepada Euronews, mantan Komisaris Asosiasi Makanan dan Obat AS (FDA) Peter Pitts, mengungkapkan keraguannya tentang pengumuman Rusia.

"Tidak ada data, tidak ada transparansi, tidak ada FDA di Rusia dan mereka memiliki sejarah menyetujui obat dan vaksin dengan sedikit atau tanpa pengujian," kata Pitts, yang juga Presiden Pusat Kedokteran di Masyarakat.

"Ini bukan vaksin dan lebih condong ke bom molotov pada saat ini, yang sebenarnya tidak kita butuhkan dalam pertempuran global melawan COVID-19".

Peter Pitts mengatakan kepada Euronews bahwa dia mengharapkan beberapa vaksin COVID-19 akan dikembangkan untuk demografi yang berbeda, tetapi fokus pada pengumuman terbaru Rusia yang harus dihindari.

"Kami tidak bisa membiarkan hype ini mengalihkan perhatian, yaitu vaksin yang solid, berkualitas tinggi, diperiksa dengan baik, dan diatur dengan baik."

"Malu rasanya jika kami membiarkan pengembangan vaksin yang tidak solid dan berbasis sains".

 

7 dari 7 halaman

6. Hanya Diuji pada 76 Orang

Vaksin Rusia, bagaimanapun hanya diuji pada sekitar 76 orang. Itulah kabar buruk yang tersemat dalam pengumuman hari Selasa kemarin, demikian dikutip dari Barrons.com.

Obat-obatan yang diproduksi AS biasanya melalui tiga tahap pengujian klinis. Fase 1 adalah studi keamanan. Tahap 2 biasanya disebut sebagai studi dosis. Dan studi Tahap 3 adalah tentang keefektifan.

Uji coba fase 1 dan 2 berukuran serupa dengan tes yang telah dilakukan Rusia, tetapi studi fase 3 melibatkan ribuan peserta.

Uji coba vaksin Moderna (MRNA) Fase 1, misalnya, melibatkan sekitar 45 orang. Sekitar 600 orang terdaftar dalam studi Fase 2, sedangkan uji coba Fase 3 dimaksudkan untuk melibatkan 30.000 orang. Moderna tidak menanggapi permintaan komentar tentang klaim Rusia tersebut.