Liputan6.com, Jakarta - Setiap tahun umat muslim yang memenuhi syarat dari seluruh dunia melakukan ibadah haji ke Makkah dan Madinah. Tahun ini ritual tahunan tersebut dibatasi karena pandemi Corona COVID-19.
Indonesia yang memiliki kuota haji dan populasi muslim terbesar di dunia awalnya akan mengirim 221 ribu jemaah haji tahun ini. Namun, pemerintah membatalkan dengan alasan kesehatan dan keselamatan. Sebab, hal tersebut sangat berisiko.
Advertisement
Baca Juga
"Pandemi telah mengubah pola hidup kita. Tetapi haji terus menyatukan dan mempertemukan umat muslim dari seluruh dunia, dari berbagai belahan dunia. Terlepas dari budaya, ras dan warna kulit mereka," demikian disampaikan oleh Fausto DeGuzman, Political Officer US Embassy di Jakarta, dalam sambutan singkat di acara web seminar yang diadakan oleh @america dalam tema Hajj in the time of the Pandemic, Rabu (12/8/2020) malam.
Nasaruddin Umar yang merupakan Imam Besar Masjid Istiqlal mengatakan, ibadah haji itu adalah rukun Islam yang kelima, yang terakhir.
"Lima itu persyaratannya sangat ketat. Rukun Islam yang kelima ini juga disebut sebagai ibadah badaniah, di mana badan kita harus dibawa. Badan terlibat, uang terlibat, dan rohnya terlibat."
"Tidak diwajibkan bagi seluruh umat Islam. Diwajibkan bagi mereka yang memenuhi syarat (mampu). Fisik kuat dan kemampuan hartanya. Dua-duanya harus memenuhi syarat."
Namun, ada satu syarat lagi, yaitu keamanan. Seseorang tidak diwajibkan menunaikan ibadah haji jika tempat itu tidak aman, atau proses perjalanan itu tidak aman.
"Di Indonesia dan negara lain persoalannya sama. Saat pandemi, jika kita paksakan akan membuat keluarga, teman tertular penyakit yang kita bawa. Meski badan sehat, harta ada untuk berangkat, tapi ada virus, maka tidak diwajibkan," katanya.
Simak video pilihan berikut:
Ada 16 WNI Ikut Ibadah Haji 2020
Pembicara selanjutnya dalam acara itu adalah Endang Jumali, perwakilan dari Konsulat Jenderal di Jeddah.
"Saya setuju ibadah itu juga harus melihat situasi," ujar Endang Jumali.
"Jika kita lihat data 12 tahun terakhir, ibadah haji ini tidak kurang dari 2,5 juta tiap tahunnya. Tahun 2019 data yang kami terima 2,5 juta. Tahun 2020, sangat terbatas, angkanya ada 1.200 per hari. Maka, oleh karena itu pemerintah membatasi hanya 1.000 orang dan ada 16 orang Indonesia diberi kesempatan untuk berhaji."
"Dari 16 orang WNI ini, itu diprioritaskan adalah baru haji pertama kali. Kita ada aplikasi di Kementerian Haji Arab Saudi. Ribuan orang mendaftar, 30 persen warga Arab Saudi dan 70 persen warga asing yang kebanyakan bekerja di sana."
Dari jumlah itu, Endang menyampaikan ada 16 orang yang diterima. Mereka berasal dari berbagai profesi. Perawat, guru, cleaning service, ibu rumah tangga, dan profesi lain WNI di Arab Saudi.
"Syaratnya adalah usia. Mereka yang diterima tidak boleh lebih dari 50 tahun dan minimal 20 tahun. Selain itu, sebelumnya belum berstatus haji dan melakukan test COVID-19."
"Para jemaah haji ini juga dijaga dengan ketat. Salah satunya mereka tidak boleh melakukan aktivitas lain di luar agenda. Yaitu tidak diperkenankan keluar hotel dan berkumpul guna mengantisipasi penyebaran Virus Corona COVID-19."
"Tiap dua hari sekali diperiksa kesehatan. Haji di masa pandemi ini yang jelas menekankan protokol kesehatan. Proses ritual mengedepankan social distancing. Adanya pengurangan jumlah personel per kamar. Prosedur pelaksanaan tawaf minimal 2 meter dan pembatasan usia."
Nurmayanti selaku Managing Editor Liputan6.com juga menjadi pembicara dalam acara tersebut. Ia merupakan salah satu dari jurnalis di Indonesia yang mendapat kesempatan bertugas dalam penyelenggaraan haji tahun 2019.
Dalam kesempatan tersebut, ia berbagi pengalaman dan kondisi ibadah haji 2019 di lapangan dari kaca mata seorang jurnalis yang turut menyukseskan pengamanan WNI di sana.
"Tahun lalu saya bergabung dengan media center haji. Awal mula lolos saya dan yang lain melewati seleksi ketat. Ada banyak media yang mendaftar. Kemudian dalam prosesnya ada wawancara hingga sekitar 30 orang lolos dalam seleksi. Kami mendapat bimbingan dari kesehatan dan soal agama. Para jurnalis juga 10 hari dikarantina. Dan diingatkan kami jurnalis yang harus bisa melayani jemaah haji."
Menurut Nurma, 1.100 petugas haji yang dikirim ke sana untuk melayani 210 ribu haji dari berbagai bidang. Ia ditugaskan di bandara. Dalam waktu 74 hari jurnalis melaksanakan tugas berpindah lokasi, awalnya di Jeddah, Madinah dan Makkah.
"Bicara haji tahun ini, tentu tahun ini menjadi pembicaraan yang kerap dibahas oleh rekan-rekan jurnalis. Namun, itu semua terjawab ketika pemerintah mengumumkan perihal penundaan ibadah haji tahun ini."
"Saya pribadi sepakat dengan pemerintah Indonesia dengan melihat kondisi kesehatan warga negara kita," katanya.
Advertisement