Liputan6.com, Jakarta - Indonesia kembali memimpin sidang Dewan Keamanan atau DK PBB kedua dalam jabatannya sebagai presiden, dengan mengangkat isu diplomasi perdamaian.Â
Pertemuan DK PBB tersebut dipimpin langsung oleh Menlu Retno selaku Presiden Dewan Keamanan PBB di bulan Agustus 2020 dan dihadiri seluruh negara anggota DK PBB.
Selain dihadiri seluruh anggota DK PBB, pertemuan tersebut juga dihadiri oleh tokoh dunia dan pakar perdamaian untuk memberikan masukan mengenai perkembangan situasi bina damai di tengah pandemi seperti Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, Mantan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-Moon, dan Direktur Center on International Cooperation New York University, Sarah Cliffe.
Advertisement
Dalam pidatonya, Sekjen PBB menyampaikan, meskipun pandemi menimbulkan kerentanan sosial-ekonomi yang dapat menciptakan instabilitas, namun di saat yang sama menciptakan sejumlah peluang. Di beberapa negara konflik, telah terjadi gencatan senjata dan deeskalasi konflik sebagai akibat dari merebaknya virus COVID-19.
"Sekjen PBB mendorong agar respon internasional termasuk DK PBB, memberikan perhatian dalam pencegahan konflik," ujar Retno.
Di saat yang sama, Sekjen PBB berharap agar dapat dilakukan pendekatan yang integratif dan yang lebih peka terhadap potensi konflik, serta bersifat inklusif dan multidimensional dengan melibatkan peranan segenap aktor perdamaian.Â
Pertemuan ini juga dihadiri oleh Deputi Perdana Menteri atau Menlu Vietnam, Menlu Estonia, Afrika Selatan dan Jerman.
"Pandemi telah meningkatkan kerentanan negara-negara terdampak konflik. Beberapa negara bahkan terancam jatuh kembali ke jurang krisis," demikian pernyataan Retno Marsudi pada Debat Terbuka Virtual Dewan Keamanan (DK) PBB mengenai Pandemi danTantangan Bina Damai yang diselenggarakan pada hari Rabu, 12 Agustus 2020.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Fokus Utama dalam Upaya Menjaga Perdamaian
Dalam pernyataan nasionalnya, Menlu Retno menggarisbawahi tiga poin utama untuk merespons tantangan global yang semakin meningkat dalam usaha menjaga perdamaian dunia pada situasi pandemi.
Pertama, aspek bina damai perlu menjadi bagian dalam upaya penanggulangan pandemi secara komprehensif. Selanjutnya, perlu memastikan partisipasi inklusif para pemangku kepentingan lokal dalam upaya bina damai.
Prioritas lainnya juga menciptakan lingkungan internasional yang kondusif untuk mendukung upaya bina damai di masa pandemi.
Kedua, Menlu Retno menegaskan bahwa upaya bina damai membutuhkan sinergi antara badan kerja dalam sistem PBB.
Dalam hal ini, PBB harus mengintegrasikan pendekatan yang sensitif terhadap konflik dalam upaya penanganan pandemi. Gencatan konflik dan jeda kemanusiaan akan memampukan tersalurkannya bantuan dan perawatan COVID-19 dengan tepat waktu kepada warga sipil di daerah konflik.
Ketiga, penting untuk mengoptimalisasikan penggunaan sumber daya yang terbatas untuk upaya bina damai.
Hal ini karena mayoritas negara terdampak konflik tersebut dihadapkan pada pilihan yang sulit antara pengeluaran untuk infrastruktur kesehatan dan pembangunan perdamaian.
Dalam konteks ini, Indonesia menggarisbawahi laporan terbaru Sekjen PBB mengenai Pembangunan dan Pertahanan Perdamaian yang mencatat adanya penurunan porsi bantuan luar negeri untuk pembangunan perdamaian di negara-negara yang terdampak konflik.
Pendanaan inovatif seperti Kerja Sama Selatan-Selatan dan Triangular serta institusi filantropis menjadi penting dalam menghadapi situasi ini.
Advertisement
Upaya Bina Damai Kian Sulit
Di tengah meningkatnya ketidakpastian yang disebabkan oleh pandemi, upaya bina damai dan upaya perdamaian berkelanjutan menjadi semakin sulit untuk dilakukan.
Namun, Menlu Retno optimistis situasi krisis ini dapat membuka jalan bagi perdamaian.
"Mari kita gunakan momentum ini untuk semakin memajukan perdamaian," ujar Menteri Retno dalam sidang tersebut.Â
Debat terbuka ini merupakan terobosan baru Indonesia untuk memulai pembahasan isu binadamai di masa pandemi yang diapresiasi oleh negara anggota DK PBB.