Liputan6.com, Jakarta- Kim Jong Un telah mencabut kebijakan lockdown di Kaesong. Wilayah tersebut merupakan kota besar di dekat perbatasan dengan Korea Selatan di mana ribuan orang telah dikarantina selama beberapa pekan terakhir, karena kekhawatiran Virus Corona COVID-19 .
Pada akhir bulan Juli, Kim Jong-un memerintahkan pemberlakuan Lockdown di Kaesong, dan meminta Korea Utara untuk beralih ke "sistem darurat maksimum" setelah negara tersebut melaporkan ditemukannya kasus dengan gejala Virus Corona COVID-19, seperti dikutip dari Associated Press, Jumat (14/8/2020).
Baca Juga
Dalam pertemuan dengan partai utama pada 13 Agustus, Kim Jong-un juga menyatakan bahwa setelah tindakan isolasi dan "verifikasi ilmiah" yang berlangsung selama tiga pekan, situasi Virus Corona COVID-19 di Kaesong telah stabil. Pemimpin Korea Utara tersebut juga menyampaikan terima kasihnya kepada penduduk karena bekerja sama dengan kebijakan lockdown itu, menurut laporan media nasional Korea Utara, KCNA.
Advertisement
Selain itu, Kim Jong-un juga menegaskan bahwa Korea Utara akan menutup perbatasannya dan menolak bantuan dari luar negeri.
Hal itu diputuskan karena kampanye anti-virus yang dilakukan di negara tersebut dan pembangunan kembali ribuan rumah, jalan, dan jembatan yang rusak akibat hujan lebat dan banjir dalam beberapa minggu terakhir.
KCNA memparafrasekan pernyataan Kim Jong-un yang mengatakan, "Situasi, di mana penyebaran virus ganas di seluruh dunia menjadi lebih buruk, mengharuskan kami untuk tidak mengizinkan bantuan dari luar untuk kerusakan akibat banjir dan menutup perbatasan lebih ketat serta melakukan upaya anti-epidemi yang ketat".
Laporan KCNA juga menerangkan, bahwa Kim Jong-un menggantikan Kim Jae Ryong sebagai perdana menteri, menyusul evaluasi kinerja ekonomi Kabinet dan memilih Kim Tok Hun sebagai penggantinya.
Kim Jong-un mengakui bahwa Korea Utara kini tengah menghadapi tantangan ganda untuk menangani Virus Corona COVID-19 di tengah pandemi global yang kian memburuk, termasuk memperbaiki kerusakan akibat hujan lebat yang melanda negara itu dalam beberapa pekan terakhir.
39.296 hektar (97.100 hektar) tanaman rusak secara nasional, dan 16.680 rumah serta 630 bangunan umum juga hancur atau terendam banjir, menurut KCNA.
Banyak jalan-jalan, jembatan dan ruas kereta api juga dilaporkan rusak, serta runtuhnya suatu bendungan pembangkit listrik akibat banjir itu. Namun, tidak adanya informasi apapun bila adanya seseorang yang cedera atau meninggal karena bencana tersebut.
Kim Jong-un menyatakan simpatinya kepada para warga yang berada di fasilitas pengungsian, setelah kehilangan rumah mereka karena banjir.
Tak hanya itu, Kim Jong-un juga menyerukan upaya pemulihan segera sehingga tidak ada yang "terlantar" pada saat Korea Utara merayakan ulang tahun ke-75 berdirinya Partai Buruh pada 10 Oktober.
Saksikan Video Berikut Ini:
Fasilitas Karantina
Dugaan kasus Virus Corona COVID-19 di Korea Utara itu terjadi pada seorang pembelot yang sebelumnya melarikan diri ke Korea Selatan. Ia diketahui menyelinap kembali memasuki wilayah Kaesong, menurut laporan media nasional Korea Utara.
Tetapi di sisi lain, otoritas kesehatan Korea Selatan mengatakan bahwa pria berusia 24 tahun itu belum dites positif di negara mereka dan tidak pernah melakukan kontak dengan seseorang yang memiliki virus.
Korea Utara kemudian mengatakan hasil tes orang tersebut tidak meyakinkan dan masih menyatakan bebas virus, status yang secara luas diragukan oleh pihak luar. Beberapa ahli mengatakan Korut kemungkinan mencoba mengalihkan kesalahan atas kemungkinan penyebaran virus ke Korea Selatan.
Perwakilan WHO untuk Korea Utara, Dr. Edwin Salvador, mengatakan dalam email kepada Associated Press pada pekan lalu, negara tersebut telah mengatakan kepada badan PBB bahwa mereka mengkarantina 64 kontak pertama dari kasus yang dicurigai sebagai kasus di Kaesong dan 3.571 kontak sekunder di fasilitas yang dikelola oleh negara selama 40 hari.
Korea Utara telah mengkarantina dan memulangkan 25.905 orang sejak akhir Desember 2019, dimana 382 di antaranya meruapakan warga asing, menurut Salvador.
Profesor di Universitas Ewha di Seoul, Leif-Eric Easley menyebutkan penolakan Kim Jong-un erhadap bantuan internasional untuk pemulihan banjir dan keputusannya untuk membebaskan Kaesong dari karantina adalah indikator negatif untuk kerja sama antar-Korea, dengan Korea Selatan yang masih mengharapkan untuk memulai kembali keterlibatan diplomatik dengan memberikan dukungan di bidang-bidang itu.
Juru bicara Kementerian Unifikasi Seoul, yang menangani urusan antar-Korea, Cho Hey-sil bahkan juga mengatakan bahwa Korea Selatan tetap bersedia untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada Korea Utara.
"Perekonomian Korea Utara, yang juga menyerukan kemandirian, semakin bergantung pada China dan akan berjuang untuk menyeimbangkan upaya penghilang sanksi dan pencegahan COVID-19," ujar Easley.
Easley menambahkan, "Pekerjaan perdana menteri baru Korea Utara menunjukkan bahwa negara tersebut telah pulih dari bencana banjir yang terjadi baru-baru ini dan telah meningkatkan fasilitas kesehatan umum" dalam peringatan berdirinya Partai Buruh yang digelar bulan Oktober mendatang.
Advertisement