Sukses

Kehidupan dan Mitos Lyudmila Pavlichenko, Wanita Paling Mematikan dalam Sejarah

Lyudmila Pavlichenko, wanita penembak jitu paling mematikan dalam sejarah, yang telah membunuh setidaknya 309 orang Nazi.

Liputan6.com, Uni Soviet - Lyudmila Pavlichenko, wanita penembak jitu paling mematikan dalam sejarah, dianggap sebagai mitos propaganda Soviet oleh beberapa orang, termasuk di Rusia. Sepanjang kariernya, Ibu satu anak yang lahir pada 12 Juli 1916 di kota Bila Tserkva, Ukraina, ini diketahui telah membunuh setidaknya 309 orang Nazi.

Pavlichenko dimanfaatkan dalam upaya propaganda Soviet untuk membuat Amerika Serikat terlibat dalam perang di Eropa pada 1942. Saat melakukan perjalanan ke Amerika Serikat, penembak jitu tersebut sering mengejutkan wartawan Amerika dengan tidak menggunakan pakaian feminim atau rapih.

Melansir pri.org, Rabu (19/8/2020), pada 1942, Pavlichenko diketahui mengalami luka parah sebanyak empat kali dan, menurut catatan Soviet, karena hal itu ia menderita gangguan stres pasca-trauma yang parah.

Pria yang dicintainya juga baru saja meninggal karena luka perang, setelah Pavlichenko dengan gagah berani mencoba menyelamatkan dengan menyeretnya dari medan pertempuran. 

 

Saksikan Vidio Pilihan Berikut Ini:

2 dari 4 halaman

Diabadikan Lewat Lagu dan Film

Menjadi idaman pria Amerika dan memenuhi gagasan mereka tentang feminitas merupakan hal yang tak pernah terpikirkan oleh Pavlichenko. Namun, ada seorang wanita Amerika yang bisa membuat Pavlichenko terkesan yaitu Eleanor Roosevelt.

Mereka berdua sangat ingin mengunjungi Amerika bersama dan menciptakan sejarah bersama. Mereka pun bertemu di tengah-tengah Perang Dingin di Moskow.

Dalam dunia seni, kehidupan Pavlichenko telah diabadikan dalam lagu Woodie Guthrie, dan film "Battle for Sevastopol," sebuah produksi gabungan Ukraina-Rusia yang difilmkan sebelum kedua negara ini berperang satu sama lain pada 2014.

3 dari 4 halaman

Menerima Berbagai Macam Rumor Negatif

Perkenalan penulis artikel asli dengan Pavlichenko terjadi ketika kakek si penulis yang seorang pensiunan mayor jenderal Soviet dan dokter hewan tempur PD II, melakukan perjalanan mengunjungi keluarga mereka setelah mereka pindah ke Charlotte, North Carolina dari Kiev.

Penulis artikel yang merupakan cucu dari seorang militer tangguh mengatakan, kakeknya tersebut selalu ingin menceritakan sebuah kisah yang menginspirasi tentang orang sezamannya, yang cantik dan berani yang bernama Lyudmila Pavlichenko.

Seperti banyak pria dari generasinya dan latar belakang militer, dia memiliki rahasia yang sebagian besar tidak ingin dia bagikan. Menurut sang kakek, ia memiliki akses ke banyak informasi dalam sepanjang karirnya, dan informasi desas-desus bahwa Pavlichenko tidak lebih dari mitos propaganda yang berasal dari angkatan bersenjata Soviet.

Kakeknya menyalahkan rumor tersebut yang mengatakan bahwa Pavlichenko adalah penipuan atas kebencian laki-laki, bahkan ada informasi bahwa Pavlichenko berulang kali menolak ajakan atasannya untuk memperburuk kebencian itu.

 

4 dari 4 halaman

Memilih Berkencan dengan Pria yang Pangkatnya Lebih Rendah

Politik seksual Uni Soviet pada masa perang memang cukup liberal. Itu merupakan fakta yang diakui banyak veteran Soviet dengan hanya mengedipkan mata, terutama jika mereka sedang mabuk.

Tetapi Pavlichenko malah melakukan apa yang dianggap banyak orang sebagai dosa karena ia memilih berkencan dengan pria dengan pangkat lebih rendah darinya. Dia sama sekali tidak tertarik untuk berhubungan dengan perwira berpangkat lebih tinggi yang sering kali menyiratkan kepemilikan.

Ada juga fakta bahwa sebenarnya Pavlichenko bukanlah wanita yang pemalu, dan sering ikut dalam pesta-pesta. Dia dikatakan seseorang yang suka menari dan suka mengintimidasi karena dia tidak berusaha membuat pria di sekitarnya terkesan. Sebaliknya, dia meminta mereka membuatnya terkesan.

Menurutnya wanita berprestasi yang tidak mengikuti aturan akan membuat marah dan membingungkan. Mereka menganggap Pavlichenko sebagai panutan yang baik, seorang wanita yang terluka tetapi tidak putus asa untuk melakukan apa yang diinginkannya.

Pavlichenko pun meninggal ketika dia baru berusia 58 tahun dalam pelukan putranya. Uni Soviet tidak memiliki program perawatan perawatan akhir hayat untuk para veterannya yang membuat kematiannya sangat memprihatinkan. Menurut menantu Pavlichenko, Lyubov Davydovna, sesaat sebelum dia meninggal, dia bersumpah seperti pelaut dengan mengucapkan selamat tinggal kepada putranya.

 

Reporter: Vitaloca Cindrauli Sitompul