Liputan6.com, Jakarta - Topik nuklir adalah topik yang sangat sensitif. Tak hanya itu, topik mengenai nuklir juga dihiasi dengan lapisan politik, yang masih bertanya-tanya siapakah yang jujur mengenai peyimpanan nuklkr mereka.
Sejumlah perjanjian bilateral dan multilateral mengatur perjanjian internasional, tetapi yang paling penting adalah Perjanjian tahun 1970. Perjanjian itu membahas tentang Non-Proliferasi Senjata Nuklir, yang biasa disebut sebagai NPT.
Baca Juga
Dikutip dari World Atlas, Kamis (20/8/2020), negara-negara yang disebutkan dengan memiliki kekuatan nuklir paling besar saat itu adalah:
Advertisement
- Amerika Serikat
- Rusia
- China
- Inggris Raya
- Prancis
Dari daftar kelima negara itu, jumlah hulu ledak Amerika dan Rusia jauh lebih tinggi dibanding negara yang lain.
Di sini NPT bertugas sebagai lembaga yang meresmikan komitmen untuk perlucutan senjata, atau pengurangan senjata nuklir. Perbedaan antara non-proliferasi dan pelucutan senjata ditandai, dan pandangan yang terpolarisasi dicontohkan dalam apa yang biasa disebut "debat Waltz-Sagan".
Negara Dengan Persenjataan Nuklir
Selain kelima negara awal yang bergabung dengan NPT, ada lagi tambahan yakni Israel, Pakistan, India dan Korea Utara.
Faktanya, hal-hal yang berbau nuklir ini sangat dirahasiakan oleh negara dan dijaga ketat. Angka-angka keberadaan nuklir sendiri tak dapat disebutkan secara tepat. Terutama jika merupakan hasil dari tebakan berdasarkan informasi sejarah yang dikombinasikan dengan kesimpulan tentang kepemilikan bahan nuklir, dan kemampuan teknologi untuk mempersenjatai bahan nuklir dengan menciptakan sistem pengiriman.
Perkiraan terkini hulu ledak nuklir menurut dari Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI).
Advertisement
Faktor Kunci Untuk Melacak Senjata Nuklir
Ada beberapa faktor di luar kemampuan kita, ketika memperkirakan negara mana yang memiliki senjata nuklir paling banyak. Karena ada panggung politik internasional yang tidak jelas, dengan diplomasi yang lemah. Transisi kekuasaan sebuah negara juga memperumit politik nuklir.
Karena di mana ada perjanjian, perjanjian itu selalu memiliki celah. Komunitas internasional telah bekerja untuk menutup celah ini selama beberapa dekade terakhir dengan upaya yang semakin spesifik seperti Perjanjian Pelarangan Tes Nuklir di Atmosfer, Luar Angkasa, dan Bawah Air, serta Perjanjian Larangan Uji Coba Nuklir Komprehensif. Masing-masing upaya ini merupakan reaksi terhadap pemanfaatan celah dalam kesepakatan sebelumnya.
Awalnya, negara-negara yang berpartisipasi dalam NPT setuju untuk tidak mengembangkan senjata nuklir, oleh karena itu, menguji senjata nuklir juga tidak diperbolehkan. Ini diartikan bahwa pengujian senjata nuklir tidak akan dilakukan di dalam negara sendiri , dan uji coba nuklir kemudian dilakukan di wilayah internasional, atau wilayah tak terkendali.
Perairan internasional, luar angkasa, dan laut dalam masih merupakan kawasan yang meski sudah dibuat kesepakatan untuk tidak melakukannya, dicurigai masih dilakukan pengujian oleh berbagai negara.
Terkemuka Dalam Jumlah Hulu ledak: AS dan Rusia
Rusia dan Amerika ini adalah dua negara terdepan dengan hulu ledak yang paling banyak. Hal ini dikarenakan ketika perang dingin mereka "berlomba" dalam jumlah hulu ledak nuklir. Sehingga seiring berjalannya waktu, hulu ledak tersebut menumpuk.
Namun sejatinya, nuklir juga dapat menghancurkan sesuatu dalam seketika, misalnya seperti kejadian Hiroshima dan Nagasaki. Namun dalam dunia politik memiliki banyak senjata nuklir juga menunjukan kekuatan supremasi global.
Amerika dan Rusia sendiri berada di posisi teratas diantara negara yang memiliki "kekuatan" senjata nuklir seperti China, Inggris, Prancis, Israel, Pakistan, India, dan Korea Utara. Setiap negara ini sudah berjanji untuk melucuti senjata mereka. Namun penting untuk diingat bahwa perjanjian internasional tidak “ditegakkan” seperti yang dilakukan oleh pemerintah negara bagian dalam menegakkan hukum.
Faktanya, hukum internasional sedikit keliru dalam beberapa hal, karena setiap negara memilih untuk berpartisipasi dengan itikad baik, atau tidak, dalam setiap perjanjian. Ada insentif untuk bekerja sama, dan hukuman tertentu dapat dijatuhkan, tetapi tidak ada penegakan yang benar.Komunitas internasional hanya mengandalkan kejujuran yang disediakan dari setiap negara.
Reporter: Yohana Belinda
Advertisement