Sukses

Periksa Fasilitas Nuklir, Pimpinan Badan Energi Atom Internasional Kunjungi Iran

Pimpinan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossie telah tiba di Iran pada 24 Agustus, dalam rangka mencari akses untuk memeriksa fasilitasi nuklir di Iran.

Liputan6.com, Jakarta - Pimpinan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossie telah tiba di Iran pada 24 Agustus, menurut laporan stasiun tv pemerintah negara tersebut. 

Dilaporkan US News, Selasa (25/8/2020), tujuan kunjungannya itu dalam rangka mencari akses untuk memeriksa fasilitasi nuklir di Iran.  

Menurut Teheran, kunjungan Grossi akan "memperkuat hubungan dan membangun kepercayaan" antara Iran dan IAEA.

Namun, pada 22 Agustus Grossi dalam pernyataannya mengatakan dia akan mencari jawaban dari "pertanyaan yang belum terselesaikan, khususnya, masalah akses" nuklir di Iran.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran Saeed Khatibzadeh menyatakan, "Selama IAEA bergerak berdasarkan ketidakberpihakan, independen, dan menjauhkan diri dari tekanan politik negara lain, tidak akan ada masalah antara IAEA dan Teheran."

Khatibzadeh menerangkan, Grossi akan bertemu dengan pejabat tinggi Iran selama kunjungannya, termasuk Menteri Luar Negeri Iran dan Kepala Badan Nuklir negara tersebut.

Saksikan Video Berikut Ini:

2 dari 2 halaman

Pemeriksaan di 2 Tempat

Sebelumnya, pada 23 Agustus, seorang pejabat senior badan nuklir Iran mengatakan bahwa IAEA menginginkan akses dan pemeriksaan untuk "dua tempat".

Salah satu tempat itu berlokasi di dekat Teheran dan yang lainnya berasa di dekat pusat kota Isfahan.

Kunjungan Grossi tersebut dilakukan setelah pada pekan lalu AS mendorong Dewan Keamanan PBB untuk memberlakukan kembali sanksi internasional terhadap Teheran yang dicabut berdasarkan kesepakatan nuklir Iran 2015 dengan kekuatan dunia.

Namun, otoritas Iran mengatakan kunjungan Grossi tidak terkait dengan langkah AS untuk mengembalikan semua sanksi terhadap Iran, di mana pengajuan itu tidak didukung oleh negara lain yaitu Rusia, China, Inggris, Prancis, dan Jerman.

Presiden Donald Trump menarik AS keluar dari kesepakatan nuklir Iran pada 2018, dan menerapkan kembali beberapa sanksi yang telah melumpuhkan ekonomi negara tersebut.

Menanggapi hal itu, Iran membalasnya dengan mengurangi kepatuhan yang telah disepakati dalam perjanjian tersebut.