Melbourne - Banyak WNI yang saat ini sedang kesulitan mencari nafkah di Australia karena Virus Corona (COVID-19). Para pekerja di bidang pendidikan boleh dikatakan beruntung karena masih bisa aktif di tengah pandemi.Â
Dikutip dari ABC Australia, Kamis (27/8/2020), ada kisah dari delapan guru bantu asal Bandung, Jawa Barat, saat ini berada di negara bagian Victoria dengan ibu kota Melbourne untuk membantu mengajar bahasa Indonesia.
Advertisement
Baca Juga
Mereka berada selama setahun di Australia sejak Januari lalu, namun karena pandemi COVID-19, mereka kini membantu murid-murid sekolah dasar sampai sekolah menengah secara online.
Salah seorang guru bantu tersebut adalah Grandis Putri Ogustina yang membantu di Ringwood Secondary College dan Ringwood North Primary School, sekitar 28 km dari pusat kota Melbourne.
Pandemi COVID-19 di Victoria dengan pemberlakukan aturan pembatasan aktivitas tahap keempat membuat Grandis harus melakukannya lewat sambungan video.
Grandis Putri mengatakan kegiatan belajar online memang tidak semaksimal seperti pembelajaran tatap muka terutama karena belajar bahasa.
"Sekalipun dilakukan lewat video meeting seringkali terganggu dengan masalah teknis sehingga suara tidak dapat terdengar jelas dan yang lainnya," kata Grandis.
"Selain itu fungsi kontrol guru terhadap tugas-tugas siswa pun menjadi kurang maksimal sehingga terkadang ada siswa yang tidak mengunggah tugasnya ke platform sekolah."
Namun dalam interaksi sejauh ini dengan murid-murid sekolah di Ringwood, Grandis mengatakan terkesan dengan keinginan mereka untuk belajar bahasa Indonesia dan mengetahui Indonesia lebih jauh.
"Murid-murid banyak yang bertanya bagaimana sebenarnya kehidupan orang Indonesia di luar dari apa yang mereka pernah dengar dan lihat," katanya.
"Waktu perayaan Harmony Day saya mempresentasikan fakta menarik Indonesia kepada murid-murid di primary school dan ketika saya mengatakan ada 700 bahasa daerah di Indonesia, seorang murid bertanya 'apakah saya harus belajar semua bahasa lokal itu kalau harus bepergian ke Indonesia?'.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Berusaha Maksimal
Dengan pengalaman selama beberapa bulan terakhir bersama murid-murid sekolah di Australia, Grandis mengatakan setelah program selesai, ia ingin fokus berkarya untuk Indonesia dengan menyertakan konten-konten yang bersifat informatif tentang Indonesia, budaya, dan bahasanya.
Selain di Ringwood, para guru bantu ini juga ditempatkan di sekolah di berbagai kawasan di negara bagian Victoria, diantaranya di Berwick, Eltham, Gisborne, Mansfield, Warrnambool, Cobden, dan Portland.Â
Peserta program lainnya, Amirush Shafira menjadi guru bantu di Eltham High School dan Eltham Primary School, sekitar 26 km dari Melbourne CBD.
Dia mengatakan senang bisa membantu dua murid yang sedang menghadapi ujian, setelah sebelumnya mereka meminta agar ujian ditunda karena merasa belum siap.
"Saya mencoba untuk melatih dan membantu mereka semaksimal mungkin. Tiba waktunya setelah ujian mereka berhasil mendapat nilai tertinggi dari seluruh kelas," kata Amirush.
"Ini pengalaman tak terlupakan yang membuat saya bahagia. Antusias mereka luar biasa pokoknya selalu ingin tahu tentang Indonesia."Sementara itu, Irvhan Nurdian, peserta program guru bantu lainnya, bergabung bersama Cobden Tehnical School yang terletak 200 km dari kota Melbourne.
"Siswa-siswi di sini juga sangat antusias dan dengan percaya diri menggunakan Bahasa Indonesia, bahkan setelah selesai kelas," katanya kepada ABC Indonesia.
"Kami bermain angklung dan menari tradisional lalu mengunggahnya ke media sosial yang tentunya dapat memperkenalkan apa yang telah mereka pelajari tentang Indonesia kepada teman-temannya." kata Irvhan.
Advertisement
Ada Rasa Haru
Shafira Firtiyani di Warnambool College yang terletak 256 km dari Melbourne mengatakan ada murid yang karena sukanya dengan Indonesia, walau belum pernah ke sana, berusaha belajar tarian dan masakan Indonesia.
"Dia bahkan mencoba berpuasa selama tiga hari di bulan Ramadan," tutur Shafira.
Di Berwick Secondary College yang terletak 42 km dari kota Melbourne, Shafira mengajarkan berbagai aspek mengenai keragaman budaya Indonesia.
"Murid tertarik ketika kami membahas tentang upacara Ngaben dan upacara potong gigi di Bali, sejarah presiden Indonesia, Ibu Kartini, dan juga tarian tradisional Indonesia," katanya.
Sementara itu Regina Nurul membantu mengajar di Portland Secondary College yang terletak 357 km dari Melbourne punya pengalaman lain.
"Kesan paling menarik yang saya alami yaitu ketika mengadakan tantangan makan keripik pedas dan bermain sepak takraw," kata Regina.
"Contohnya ketika mempelajari bagaimana membuat kalimat untuk mendeskripsikan rasa makanan di Indonesia, mereka mencicipi berbagai macam cemilan khas Indonesia. Â
"Bahkan mereka sangat menyukai kata 'gurih' yang katanya sangat berguna untuk mendeskripsikan a tasty-savory food," kata Regina lagi.
Di Mansfeld Secondary College yang terletak 211 km dari Melbourne, Ninda Chairanissa membantu mengajar bahasa Indonesia yang jadi adalah satu-satunya bahasa asing yang diajarkan di sekolah tersebut.
"Siswa-siswi di sini banyak yang antusias belajar bahasa Indonesia, terbukti tahun ini merupakan tahun pertama kelas 11 bahasa Indonesia dibuka di sekolah ini," katanya.
Sementara Putri Dwi membantu pengajaran bahasa Indonesia di tiga sekolah sekaligus yaitu Gisbone Secondary College, New Gisbone Primary School dan Macedon Primary School yang semuanya terletak sekitar 60 km dari Melbourne.
"Saya mengenalkan beberapa permainan seperti bebentengan dan galaasin untuk mengenalkan budaya Indonesia," katanya.
"Di SD setiap jam istirahat atau ketika berpapasan di sekolah mereka akan berusaha untuk menyapa dan berbicara kepada saya menggunakan bahasa Indonesia," ujarnya yang mengaku terharu melihatnya.
Menciptakan Lagu 'Namanya Indonesia'
Menurut penjelasan Grandis, para guru yang mengikuti program ini adalah sarjana lulusan dari Universitas Pendidikan Bandung (UPI) dari jurusan bahasa.
"Syarat program ini memang harus sarjana, dan kami menjalani tes berkas, wawancara bahasa inggris, tes mengajar, dan tes keterampilan," kata Grandis."Syarat mendaftar memang dikhususkan untuk jurusan bahasa. Tidak mesti harus dari bahasa Indonesia."
"Tetapi untuk delapan orang yang terpilih ini dari jurusan bahasa Indonesia dan bahasa Inggris." katanya.
Semua program ini dibiayai oleh Departemen Pendidikan dan Pelatihan (DET) Victoria dan mereka mengajar selama 4 hari dalam seminggu.
Namun menurut Grandis karena pandemi COVID-19, waktu luang yang mereka miliki selama di Australia tidak bisa digunakan maksimal untuk melihat dan mengunjungi tempat-tempat wisata.
"Sejauh ini kami sudah sempat mengunjungi Mount Hotham untuk melihat salju dan beberapa tempat ikonik di Melbourne," kata Grandis yang bergelar sarjana bahasa Indonesia tersebut.
Di tengah waktu luang itu, Grandis menggunakan pikiran kreatifnya untuk menulis sebuah lagu yang diberi judul Namanya Indonesia, yang kini sudah ada di YouTube.
Video yang menceritakan tujuh fakta unik mengenai Indonesia tersebut menjadi juara kedua Lomba Video Kreatif "Bagaimana Kamu Mengisi Kemerdekaan" se-Victoria dan Tasmania, yang diselenggarakan oleh KJRI Melbourne pada 17 Agustus lalu.
"Bagi saya, semakin saya berbagi pengetahuan mengenai Indonesia, budaya, dan bahasanya, kepada murid-murid di sini semakin saya mencintai tanah air saya sendiri." kata Grandis. Program guru bantu asing yang setiap tahunnya mendatangkan 24 penutur asing dari Jerman, Prancis, Spanyol, Italia dan Indonesia.
Advertisement