Sukses

Didesak AS, Pejabat Negara Anggota Kesepakatan Nuklir Iran Kembali Gelar Pertemuan

Sejumlah petinggi dari negara anggota yang tergabung dalam kesepakatan nuklir antara Iran-AS.

Liputan6.com, Wina - Para penandatangan kesepakatan nuklir Iran kembali mengadakan pertemuan di Wina pada Selasa 1 September, ketika AS mendesak sanksi internasional terhadap republik Islam itu untuk diberlakukan kembali dan embargo senjata diperpanjang.

Inggris, Prancis, Jerman, China, dan Rusia saat ini tengah berjuang untuk menyelamatkan perjanjian penting tahun 2015 dengan Iran, yang secara progresif meningkatkan aktivitas nuklirnya sejak tahun lalu. Demikian seperti mengutip laman Channel News Asia, Selasa (1/9/2020). 

Sementara itu, Teheran menegaskan pihaknya berhak melakukannya di bawah kesepakatan yang menukar keringanan sanksi dengan perjanjian Iran untuk mengurangi program nuklirnya, menyusul penarikan AS dari perjanjian pada 2018 dan penerapan kembali sanksi tersebut. 

Dalam meningkatkan pembicaraan tersebut, pihak energi atom Iran pekan lalu menyetujui inspektur pengawas nuklir PBB untuk mengunjungi dua situs yang dicurigai menjadi tuan rumah kegiatan yang tidak diumumkan pada awal 2000-an.

Kepala Badan Energi Atom Internasional (IAEA) Rafael Grossi pun telah melakukan perjalanan ke Iran pada perjalanan pertamanya sejak menduduki jabatan teratas tahun lalu dan proses selama berbulan-bulan untuk meminta akses tersebut.

Hasil dari setiap kunjungan situs, bagaimanapun, diperkirakan akan memakan waktu hingga tiga bulan, menurut seorang diplomat yang mengetahui masalah tersebut, jadi "itu berisiko menjadi masalah kemudian dengan Iran" jika ditemukan sesuatu yang tidak dideklarasikan dan terkait dengan nuklir.

Saksikan Video Pilihan di Bawah ini:

2 dari 2 halaman

Sanksi AS Terhadap Iran

Mikhail Ulyanov, Duta Besar Rusia untuk Organisasi Internasional di Wina, menulis di Twitter bahwa "peserta kesepakatan nuklir memiliki banyak topik untuk dibahas".

Pertemuan tersebut akan dipimpin oleh pejabat senior Uni Eropa Helga-Maria Schmid dengan wakil menteri luar negeri atau direktur politik dari Inggris, China, Prancis, Jerman, Iran dan Rusia yang hadir.

Mark Fitzpatrick, seorang rekan dari Institut Internasional untuk Kajian Strategis (IISS), mengatakan kesepakatan pekan lalu adalah terkait akses untuk membuat "Iran secara umum sejalan dengan seluruh dunia, melawan Amerika Serikat yang terisolasi".

Perserikatan Bangsa-Bangsa pekan lalu telah memblokir upaya AS untuk memberlakukan kembali sanksi internasional terhadap Iran, sementara Washington juga gagal menggalang dukungan yang cukup untuk memperpanjang embargo senjata yang akan mulai berakhir sejak Oktober.

Tetapi Fitzpatrick menunjukkan bahwa "aktivitas nuklir Iran tetap menjadi perhatian yang mendalam bagi negara-negara yang berdedikasi pada non-proliferasi".

Baru-baru ini, Iran dilaporkan mentransfer sentrifugal canggih yang digunakan untuk memperkaya uranium dari fasilitas percontohan ke aula baru di pabrik bahan bakar nuklir utama Natanz, yang dilanda sabotase pada Juli lalu.

Penilaian IAEA yang diterbitkan pada bulan Juni mengatakan persediaan uranium yang diperkaya Iran hampir delapan kali lipat dari batas yang ditetapkan dalam perjanjian.

Tingkat pengayaan masih jauh di bawah apa yang dibutuhkan untuk senjata nuklir, tetapi pihak UE dalam kesepakatan itu telah mendesak kepatuhan penuh Iran.

IAEA, yang secara teratur memperbarui anggotanya tentang aktivitas nuklir Iran, diharapkan mengeluarkan laporan baru menjelang pertemuan negara-negara anggota untuk membahas berkas tersebut akhir bulan ini.