Liputan6.com, Tehran - Ketua Dewan Medis Iran mengecam rencana Kementerian Pendidikan yang membuka sekolah di tengah pandemi Virus Corona (COVID-19). Sekolah dinilai tempat berisiko yang harus pertama kali diamankan.
"Ketika epidemi menyerang, sekolah-sekolah adalah tempat pertama yang seharusnya ditutup dan tempat terakhir yang dibuka," ujar Ketua Dewan Medis Iran Mohammad Reza Zafarqandi seperti dilaporkan Arab News, Senin (7/9/2020).
Advertisement
Baca Juga
Mohammad Reza berharap keputusan pembukaan sekolah tidak berdasarkan politik. Saat ini ada total 386 ribu kasus COVID-19 di Iran berdasarkan data Johns Hopkins University.
Sebanyak 22 ribu pasien meninggal di Iran. Bahkan, ada laporan dari BBC yang menyorot dugaan pemerintah menutup jumlah kasus asli di negara tersebut.
Iran resmi membuka sekolah pekan lalu. Ada 15 juta murid yang kembali bersekolah setelah tujuh bulan penutupan.
Dewan Medis Iran bukan satu-satunya pihak yang menolak pembukaan sekolah. Petinggi Dewan Pendidikan, serta mantan Menteri Pendidikan Asghar Fani juga menolak keputusan itu.
Presiden Iran Hassan Rouhani berkata pembukaan sekolah di tengah pandemi COVID-19 ini merupakan tanggung jawab besar.
"Tahun ini, kita mengembang sebuah tanggung jawab besar terhadap murid-murid kita," ujar Presiden Rouhani.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Digitalisasi Sekolah di Indonesia
Beralih ke kebijakan di Indonesia, Kemendikbud mengajukan anggaran Rp 1,49 triliun untuk program digitalisasi sekolah. Mendikbud Nadiem Makarim menyatakan, program tersebut merupakan salah satu kegiatan prioritas tahun anggaran 2021.
"Program untuk bisa di daerah manapun mendapatkan akses konten kurikulum yang baik, mendapatkan akses konten pengajaran, konten pelatihan, dan akses kepada data dan berbagai macam bantuan layanan melalui digital," kata Nadiem di Kompleks Parlemen Senayan pada Kamis pekan lalu.
Nadiem menjelaskan, program digitalisasi sekolah terdiri atas empat kegiatan. Pertama, penguatan platform digital dengan anggaran Rp 109,85 miliar. Kedua, konten pembelajaran di program TVRI dengan anggaran Rp 132 miliar.
Ketiga, bahan belajar dan model media pendidikan digital dengan anggaran Rp 74,02 miliar. Dan Keempat, penyediaan sarana pendidikan dengan anggaran Rp 1,175 triliun.
"Kurikulum yang tadinya hanya offline bisa available juga dan lebih interaktif di online," tutur Nadiem Makarim.
Besarnya anggaran tersebut menurut Nadiem lantaran untuk pengadaan unit laptop bagi guru dan siswa. Ia berharap program itu dapat memutus kesenjangan dalam pendidikan Indonesia
"Ini adalah kemerdekaan bagi sekolah-sekolah mengakses informasi yang sama, menutup kesenjangan antara yang punya dan tidak punya, serta meningkatkan mutu dan kualitas dengan meningkatkan akses kolaborasi,” tandasnya.
Advertisement