Liputan6.com, New York - Menurut sebuah studi terbaru yang dipublikasikan pada Selasa 8Â September 2020, para peneliti di Fakultas Kedokteran Harvard telah mengembangkan metode untuk mendeteksi SARS-CoV-2 yang memicu penyakit COVID-19 dengan cepat dan murah tanpa bahan atau peralatan khusus.
Seperti dikutip dari Xinhua, Rabu (9/9/2020), metode ini terdiri dari inaktivasi virus, membuat sampel lebih aman untuk digunakan, diikuti oleh reaksi deteksi isotermal yang sensitif selama 30 menit dengan informasi hasil berdasarkan warna merah ke kuning.
Baca Juga
Sensitivitas dapat ditingkatkan lebih lanjut dengan menggunakan protokol purifikasi yang sederhana dan murah, sebut penelitian tersebut, yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences (PNAS) Amerika Serikat (AS).
Advertisement
Metode ini dapat membantu mengatasi kekurangan kapasitas pengujian dan dapat digunakan dalam berbagai situasi, kata para peneliti.
Beberapa bulan setelah merebaknya pandemi, Amerika Serikat pada Selasa sore waktu setempat melaporkan lebih dari 6,31 juta kasus terkonfirmasi COVID-19 dan 189.400 lebih kematian, menurut data perhitungan dari Universitas Johns Hopkins.
Saksikan Juga Video Pilihan Berikut Ini:
Nyaris 480.000 Anak di Amerika Serikat Terinfeksi COVID-19
Kasus Virus Corona COVID-19 di Amerika Serikat hingga saat ini masih tercatat yang tertinggi di dunia. Hampir 480.000 infeksi dilaporkan pada anak sejak awal pandemi merebak di sana, menurut sebuah laporan terbaru dari Akademi Pediatri Amerika (American Academy of Pediatrics) dan Asosiasi Rumah Sakit Anak (Children's Hospital Association).
Meskipun anak-anak hanya menyumbang 9,5 persen dari semua kasus di negara-negara bagian yang melaporkan kasus berdasarkan usia, total 476.439 anak teruji positif COVID-19, sebut laporan yang dirilis pada Senin 31 Agustus 2020 itu.
Menurut laporan tersebut, seperti dilansir dari Xinhua, Selasa 2 September 2020, sebanyak 70.330 kasus baru pada anak dilaporkan dari 13 hingga 27 Agustus, atau meningkat 17 persen dalam kurun waktu dua pekan.
Anak-anak menyumbang 0,6 hingga 4,1 persen dari total pasien yang dirawat di rumah sakit, dan 0 hingga 0,3 persen dari total kematian akibat COVID-19, lanjut laporan tersebut.
"Saat ini, penyakit parah akibat COVID-19 tampaknya masih jarang ditemui pada anak-anak. Meski demikian, pemerintah negara bagian harus terus memberikan laporan rinci terkait kasus, pengujian, pasien rawat inap, dan angka kematian COVID-19 berdasarkan usia agar dampak COVID-19 pada kesehatan anak-anak dapat terdokumentasikan dan terpantau," urai laporan itu.
Advertisement