Sukses

Penumpang Berebut Pesawat Dibajak Teroris hingga Udara Beracun, 15 Fakta Tragedi 9/11

Ini 15 fakta di balik tragedi memilukan 11 September 2001 atau 9/11 di Amerika Serikat.

Liputan6.com, New York - 11 September 2001 pagi, warga Amerika dikejutkan dengan serangan teror yang kini dikenal sebagai tragedi 9/11. Untuk kali pertamanya, setelah serangan Jepang ke pangkalan Pearl Harbor di Hawaii, Negeri Paman Sam dalam posisi rentan.

Dunia pun terhenyak saat menyadari, negara yang dianggap digdaya alias superpower ternyata bisa kecolongan. Serangan teroris mengincar jantung perekonomian AS.

Pada pukul 08.46 (sejumlah media menyebut 08.45), pesawat American Airlines Penerbangan 11 yang kemudinya direbut oleh teroris Al Qaeda, Mohamed Atta menabrak Menara Utara Gedung World Trade Center (WTC) di New York.

Tak lama kemudian, kapal terbang kedua ditabrakkan ke Menara Selatan. Dua pencakar langit itu kemudian runtuh, diikuti gedung ketiga WTC 7 yang memicu teori konspirasi.

Sejatinya, teror dan kengerian telah berlangsung jauh sebelumnya, ketika para pembajak merebut kendali atas pesawat yang kemudian dijadikan 'peluru terbang'.

Pagi itu, sebanyak 19 orang teroris membajak empat penerbangan komersial yang seharusnya berangkat menuju ke California.

Pembajakan dilakukan sesaat penerbangan-penerbangan itu berangkat dari Boston (Massachusetts), Newark (New Jersey), dan Washington, DC.

Karena jarak penerbangan yang dijadwalkan, pesawat-pesawat itu berisi bahan bakar penuh untuk penerbangan lintas negeri tersebut.

Menurut History.com, lantai 80 hingga lantai 110 dan puncak menara langsung terbakar seketika. Saat itu, para eksekutif sedang sibuk bekerja.

Ribuan orang di dalamnya langsung tewas seketika. Saat jutaan pasang mata tertuju di menara utara, 18 menit kemudian, pesawat kedua pesawat American Airlines lainnya, Boeing 767 dengan nomor penerbangan 175 muncul dari balik awan, kemudian menghantam lantai 60 menara selatan.

Gedung bagian tengah meledak dahsyat. Situasi makin mencekam. Fokus orang-orang di New York sedikit teralihkan ketika pesawat American Airlines lainnya, dengan nomor penerbangan 77 jatuh menghujam markas Pentagon.

Sekitar 125 prajurit dan warga di dalam Pentagon tewas. Juga termasuk 64 orang yang berada di pesawat yang dibajak tersebut.

Sekali lagi, jantung warga AS dan dunia dibuat berdetak kencang. Ketika 15 menit kemudian, menara utara Gedung WTC ambruk diliputi kepulan asap dan tebu ekstra tebal. Boom, kira-kira begitu bunyinya.

Berikut ini 13 fakta di balik tragedi memilukan 9/11 tersebut, Liputan6.com rangkum dari beragam sumber, Jumat (11/9/2020):

Saksikan video pilihan di bawah ini: 

2 dari 3 halaman

3.000 Lebih Korban Tewas hingga Upaya Penumpang Rebut Pesawat Dibajak Teroris

1. Pada tanggal 11 September 2001, hampir 3.000 orang tewas, 400 adalah petugas polisi dan petugas pemadam kebakaran, dalam serangan teroris di TC di New York, di gedung Pentagon di Washington DC, dan dalam kecelakaan pesawat di dekat Shanksville, PA.

2. 9/11 bukanlah serangan teroris pertama di WTC. Ledakan sebuah bom pada bulan Februari 1993 menewaskan enam orang.

3. Pada setiap hari kerja, hingga 50.000 karyawan bekerja di menara kembar WTC, dan ada 40.000 lainnya melewati kompleks.

4. Penyelamatan dan pemulihan 1,8 juta ton puing-puing dari WTC memakan waktu 9 bulan.

5. Penumpang United Flight 93, mendengar tentang serangan pesawat sebelumnya dan berusaha untuk merebut kembali kendali pesawat dari pembajak. Akibatnya, para pembajak menjatuhkan pesawat di lapangan Pennsylvania bukan di target yang tak diketahui hingga saat ini.

6. Video serangan WTC langsung ditayangkan dan beredar dengan cepat. Namun tidak ada rekaman video serangan di Pentagon yang dirilis ke publik sampai tahun 2006.

7. Meskipun kedua polisi dan Departemen Pemadam Kebakaran New York City memiliki prosedur tanggap darurat mereka sendiri, namun departemen tersebut tidak memiliki rencana untuk dikoordinasikan atas insiden besar.

3 dari 3 halaman

Dampak Tragedi 9/11...

8. Tahun 2001, prosedur evakuasi wajib tim pemadam kebakaran New York untuk lantai yang dikelilingi api. Setelah pesawat menabrakkan diri di 1 gedung WTC. Sementara karyawan di gedung 2 diminta bertahan.

9. 9/11 merupakan peristiwa serangan dari asing di tanah Amerika, yang memakan korban terbanyak. 10. 18 orang berhasil diselamatkan hidup-hidup dari reruntuhan situs World Trade Center.

11. Kasus stres pasca-trauma yang umum di antara 9/11 korban dan petugas penyelamat. Masalah pernapasan seperti asma dan radang paru-paru juga dikembangkan pada tingkat normal bagi mereka di dalam dan sekitar World Trade Center selama dan setelah serangan.

12. Menurut buku "Dust: The Inside Story of Its Role in the September 11th Aftermath", runtuhnya World Trade Center (WTC) menghasilkan lebih dari 450.000 kilogram debu yang terdiri dari gypsum, asbes, benda elektronik yang terbakar, material sintetis, rambut manusia, kertas, dan benda-benda lainnya.

13. Menurut sebuah studi pada 2003 yang dipublikasi di jurnal JAMA mengungkap, udara beracun akibat runtuhnya WTC kemungkinan menyebabkan wanita yang saat itu sedang hamil memiliki bayi berukuran kecil.

Tak hanya itu, studi pada 2005 menunjukkan bahwa 38 wanita hamil yang menderita PTSD setelah secara pribadi mengalami 9/11, memiliki bayi dengan level kortisol yang lebih rendah. Bayi-bayi tersebut diprediksi lebih tertekan terhadap rangsangan baru dan tak biasa.

Penelitian lain menunjukkan, hal tersebut dapat meningkatkan risiko kecemasan dan depresi ketika bayi-bayi itu tumbuh dewasa.

14. Berdasarkan makalah yang dipublikasi di Harvard Review of Psychiatry pada 2004, diperkirakan lebih dari 10.000 anak kehilangan orangtua atau orang terdekat mereka akibat peristiwa 9/11.

15. Kepala Medical Genomics and Metabolic Genetics Branch di National Institutes of Health in Bethesda, Leslie Biesecker, yang juga penulis utama laporan identifikasi korban yang dipublikasi pada 2005 menyebut, para ilmuwan tak tahu pasti berapa jumlah korban sehingga sulit mencari tahu siapa yang hilang dan perlu diidentifikasi.

Selain itu, panas hebat dari bahan bakar jet serta runtuhnya gedung berkekuatan tinggi mendegradasi DNA para korban. Menurut Biesecker, hal itu menyebabkan para ahli hanya memperoleh 'fragmen jaringan kecil' dan profil DNA yang tak lengkap.

Untuk membuat identifikasi valid, para ahli menggabung profil DNA lengkap.