Liputan6.com, Doha - Pemerintah Afghanistan telah menyerukan gencatan senjata kemanusiaan dengan Taliban, saat pembicaraan damai pertama kali antara kedua belah pihak dimulai di Qatar pada Sabtu 12 September 2020.
Kepala Eksekutif Afghanistan Abdullah Abdullah, yang memimpin delegasi pemerintah, menekankan bahwa "tidak ada pemenang melalui perang".
Taliban tidak menyebutkan gencatan senjata, sebaliknya menegaskan bahwa Afghanistan harus berada di bawah hukum Islam.
Advertisement
AS mendorong kedua belah pihak untuk mencapai kesepakatan, dengan mengatakan kepada mereka: "Seluruh dunia ingin Anda berhasil".
Baca Juga
Afghanistan telah mengalami konflik selama empat dekade, dengan puluhan ribu warga sipil tewas.
Pembicaraan bersejarah dimulai pada Sabtu 12 September, satu hari setelah peringatan 19 tahun serangan mematikan 9/11 oleh al-Qaeda di New York, yang menyebabkan AS memulai invasi militer di Afghanistan rezim Taliban --yang pada saat itu menampung bos al-Qaeda Osama bin Laden.
Ini adalah pembicaraan langsung pertama antara Taliban dan perwakilan pemerintah Afghanistan. Sebelumnya, kelompok itu terus menolak untuk bertemu dengan pemerintah, menyebut mereka tidak berdaya dan "boneka" Amerika.
Konflik masih berlanjut di Afghanistan, dan pemerintah mengatakan 12.000 warga sipil telah tewas sejak Februari 2020.
Amerika Serikat mencapai kesepakatannya sendiri dengan Taliban pada Februari 2020, dan menggambarkan pembicaraan yang berlangsung akhir pekan ini sebagai kesempatan yang "benar-benar penting".
"Saya pikir semua orang yang duduk di sini hari ini tahu bahwa butuh kerja keras dan pengorbanan untuk mencapai momen ini," kata Menteri Luar Negeri Mike Pompeo seperti dikutip dari BBC, Minggu (13/9/2020).
"Seluruh dunia ingin Anda berhasil, dan mengandalkan Anda untuk berhasil," kata Pompeo.
Simak video pilihan berikut:
Serangan bom terjadi di pusat kota Kabul, Afghanistan. Akibat kejadian ini 16 orang tewas dan sedikitnya 116 lainnya luka-luka. Taliban mengaku bertanggung jawab atas peristiwa ini.
Apa yang Terjadi dalam Dialog Sabtu 12 September?
Pada upacara pembukaan hari Sabtu 12 September 2020, kepala dewan perdamaian Afghanistan, Abdullah Abdullah, menyerukan gencatan senjata segera, mengatakan kepada Reuters "salah satu masalah paling utama yang ada di benak orang-orang adalah pengurangan kekerasan secara signifikan".
Dia menambahkan bahwa delegasinya "mewakili sistem politik yang didukung oleh jutaan pria dan wanita dari keragaman latar belakang budaya, sosial dan etnis di tanah air kita", dan bahwa mereka berharap "untuk menutup gerbang perang dan penderitaan selamanya."
Sementara itu, Pemimpin Taliban Mullah Baradar Akhund mengatakan dia berharap negosiasi akan "bergerak maju dengan kesabaran".
Dia ingin Afghanistan menjadi "merdeka, bersatu, dan ... memiliki sistem (hukum) Islam di mana semua suku dan etnis di negara itu menemukan diri mereka sendiri tanpa diskriminasi."
Â
Setiap orang yang ikut serta dalam pembicaraan telah mengakui bahwa mereka akan menemui sejumlah tantangan.
Banyak yang khawatir bahwa kemajuan rapuh yang dibuat dalam hak-hak perempuan dapat dikorbankan dalam proses tersebut, dengan seorang aktivis hak-hak perempuan menunjukkan bahwa "tidak ada satu perempuan pun" dalam tim perunding Taliban.
Pembicaraan itu juga menghadirkan tantangan bagi Taliban, yang harus mengedepankan visi politik yang nyata untuk Afghanistan. Mereka sejauh ini tidak jelas, menyatakan bahwa mereka ingin melihat pemerintahan yang "Islami" tetapi juga "inklusif".
Pembicaraan tersebut dapat memberikan lebih banyak bukti tentang bagaimana kelompok militan telah berubah sejak 1990-an, ketika mereka memerintah dengan menggunakan interpretasi yang keras terhadap hukum Syariat.
Advertisement