Liputan6.com, Jakarta- Bongkahan besar es telah terlepas dari lapisan terbesar yang tersisa di Kutub Utara - 79N, atau Nioghalvfjerdsfjorden - di timur laut Greenland.
Luas dari bagian es yang terlepas pun mencapai sekitar 110 km persegi; berdasarkan gambar di citra satelit, menunjukkan es yang telah terpecah belah menjadi banyak bagian kecil.
Dikutip dari BBC News, Senin (14/9/2020), para ilmuan mengungkapkan bahwa kehilangan itu menambahkan bukti bahwa perubahan iklim di Greenland terjadi dengan cepat.
Advertisement
Peneliti kutub di Universitas Friedrich-Alexander di Jerman, Dr. Jenny Turton memaparkan, "Atmosfer di wilayah ini telah menghangat sekitar 3C sejak tahun 1980."
"Dan pada 2019 dan 2020, suhu musim panas mencatat rekor," terang Turton kepada BBC News.
Berada di ujung arus es Greenland, Nioghalvfjerdsfjorden memiliki panjang kira-kira 80 km dengan lebar 20 km - di mana ia mengalir dari daratan ke laut untuk menjadi terapung di lautan.
Sementara di ujung terdepannya, gletser 79N terbelah menjadi dua, dengan satu bagian kecil berbelok langsung ke utara. Bagian tersebut dinakamakan Gletser Spalte, yang kini telah hancur.Â
Pada tahun 2019, es sudah retak parah; kehangatan musim panas ini telah menjadi kehancuran terakhirnya.
Masalah bagi lapisan es kerap muncul, dengan hadirnya air dalam bentuk cair. Lapisan es bisa dilemahkan dalam proses yang disebut sebagai hydrofracturing, jika air tersebut mengisi celah-celah retakan.
Profesor Jason Box, dari Survei Geologi Denmark dan Greenland (GEUS) mengatakan, "79N menjadi 'lapisan es Arktik terbesar yang tersisa' baru-baru ini, setelah Petermann Glacier di barat laut Greenland kehilangan banyak area pada tahun 2010 dan 2012."
"Hal yang membuat 79N begitu penting adalah caranya melekat pada lapisan es interior, dan itu berarti bahwa suatu hari - jika iklim menghangat seperti yang kita perkirakan - maka wilayah ini mungkin akan menjadi salah satu pusat utama degradasi es di Greenland," jelasnya.Â
Saksikan Video Berikut Ini:
Analisis Data dari Satelit Grace-FO AS-Jerman
Sekitar 15% dari lapisan es interior di mengalir dalam aliran es di Greenland Timur Laut.Â
Aliran tersebut mengalirkan esnya ke N79 atau bagian glasial tepat di selatan, Zachariae Isstrom. Kawasan itu diketahui telah kehilangan sebagian besar area lapisan es yang terapung.
Menurut Prof. Box, N79 bisa bertahan lebih lama karena beberapa pulau menahan ujung depannya. Hal itu pun juga memberikan tingkat stabilitas.
Tetapi Prof. Box juga menambahkan bahwa meskipun hal itu sebagian besar terjadi di bagian belakang, lapisan es terus menipis.Â
"Ini kemungkinan besar akan menyebabkan N79 hancur dari tengah, yang cukup unik. Saya rasa, bagaimanapun, itu tidak akan terjadi selama 10 atau 20 tahun lagi. Siapa yang tahu?," tuturnya kepada BBC News.
Bongkahan es besar lainnya di Kutub Utara juga dilaporkan kehilangan wilayahnya, pada Juli 2020.
Es tersebut adalah Milne Ice Shelf yang berlokasi di tepi utara Pulau Ellesmere, Kanada.
80 km persegi terpisah dari Milne, menyisakan bagian hanya seluas 106 km persegi.
Dengan luas 8.600 km persegi pada awal abad ke-20, Milne merupakan sisa utuh terbesar dari bongkahan es yang besar.Â
Dalam sebuah penelitian pada Agustus 2020, laju cepat pencairan es di Greenland menjadi sorotan. Penelitian tersebut menganalisis data dari satelit Grace-FO AS-Jerman.
Pesawat ruang angkasa itu memiliki kemampuan dalam melacak perubahan massa es dengan mendeteksi pergeseran tarikan gravitasi lokal. Pada dasarnya, mereka menimbang lapisan es.
Pada 2019, Misi Grace menemukan bahwa tahun tersebut sebagai tahun yang memecahkan rekor, dengan sekitar 530 miliar ton massa es lepas.
Terdapat cukup air yang mengalir dalam es dengan massa tersebut, untuk menaikkan permukaan laut global hingga 1,5 mm.
Advertisement