Sukses

Diduga Jadi Mata-Mata dan Agen Ilegal untuk China, Polisi New York Ditangkap

Petugas polisi di New York Police Department (NYPD) ditangkap lantaran diduga menjadi agen ilegal China.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang petugas Departemen Kepolisian Kota New York dituduh bertindak sebagai agen ilegal untuk China.

Mengutip BBC, Selasa (22/9/2020), Baimadajie Angwang yang lahir di Tibet, dituduh melaporkan aktivitas warga China di wilayah New York dan menilai potensi sumber intelijen di komunitas Tibet. Dia juga dituduh melakukan kontak dengan dua pejabat di konsulat China.

Selain melaporkan tentang warga Tibet di kota itu, dia juga diduga memberi konsulat akses ke pejabat senior NYPD melalui undangan ke acara resmi.

Warga negara AS yang dinaturalisasi yang bekerja untuk unit urusan masyarakat departemen kepolisian telah ditangkap pada Senin 21 September 2020.

Jika terbukti bersalah, dia akan menghadapi hukuman hingga maksimal 55 tahun penjara. Menurut jaksa, Angwang juga dipekerjakan oleh Cadangan Angkatan Darat AS dan bekerja sebagai spesialis urusan sipil.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 2 halaman

Berbagai Tuduhan Lain

Menurut dokumen pengadilan, Angwang mengatakan kepada pengurus otoritas di konsulat Chinabahwa dia ingin dipromosikan di NYPD sehingga dia bisa membantu China dan membawa "kejayaan" negara.

Angwang juga dituduh melakukan penipuan, membuat pernyataan palsu dan menghalangi proses resmi.

Dokumen pengadilan mengatakan dia menerima "beberapa transfer kawat substansial dari RRC (Republik Rakyat China)".

Menurut dokumen tersebut, ayahnya adalah seorang pensiunan tentara Tiongkok dan anggota Partai Komunis Tiongkok. Ibunya juga merupakan seorang anggota partai dan mantan pejabat pemerintah.

"Seperti yang dituduhkan dalam pengaduan federal ini, Baimadajie Angwang melanggar setiap sumpah yang diambilnya di negara ini. Satu ke Amerika Serikat, satu lagi ke Angkatan Darat AS, dan yang ketiga ke Departemen Kepolisian ini," kata Komisaris NYPD Dermot F Shea dalam sebuah pernyataan.

Tibet, wilayah terpencil dan sebagian besar beragama Buddha, diatur sebagai wilayah otonom China. Beijing mengatakan kawasan itu telah berkembang pesat di bawah kekuasaannya.

Tetapi kelompok hak asasi manusia mengatakan China terus melanggar hak asasi manusia, menuduh Beijing melakukan penindasan politik dan agama namun selalu dibantah oleh Beijing.