Sukses

PM Pakistan Minta PBB Secara Serius Perangi Islamofobia

Dalam pidato yang direkam untuk Sidang Umum PBB, PM Pakistan mengecam publikasi baru kartun Nabi Muhammad oleh Charlie Hebdo.

Liputan6.com, New York - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didesak oleh Perdana Menteri Pakistan Imran Khan untuk secara universal melarang apa yang disebutnya peningkatan Islamofobia di banyak negara, termasuk di negara tetangganya, India.

Dalam pidato yang direkam untuk Sidang Umum PBB pada hari Jumat (25/9), pemimpin Pakistan itu mengecam publikasi baru kartun Nabi Muhammad oleh Charlie Hebdo, mingguan satir Prancis.

"Muslim terus menjadi sasaran dengan berlakunya impunitas di banyak negara," ujar Khan.

Ia menambahkan, tren kebencian dan kekerasan yang meningkat terhadap agama "atas nama kebebasan berpendapat" menegaskan Islamofobia, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Senin (28/9/2020).

"Kami menekankan bahwa provokasi yang disengaja dan hasutan untuk kebencian dan kekerasan harus dilarang secara universal," kata Khan.

"Majelis ini seharusnya mendeklarasikan 'Hari Internasional untuk Memerangi Islamofobia' dan membangun koalisi untuk memerangi momok ini," tegasnya.

Khan kembali menyerang pemerintah Perdana Menteri India Narendra Modi karena diduga mengubah negara itu menjadi negara yang mensponsor kebencian dan kekerasan agama terhadap hampir 200 juta Muslim minoritas yang tinggal di India.

"Mereka percaya bahwa India secara eksklusif untuk umat Hindu dan lainnya bukan warga negara yang setara," kata pemimpin Pakistan itu.

 

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Respons India

Duta Besar India untuk PBB T.S. Tirumurti mengomentari pidato Khan di Twitter. Ia menyebutnya "diplomatik baru yang cetek" penuh "kebohongan yang kejam."

Ketegangan militer Pakistan dengan India meningkat sejak Agustus 2019, ketika pemerintah India mencabut status semi-otonomi yang selama puluhan tahun diberlakukan di dua pertiga wilayah Kashmir yang dikuasai India dan membaginya menjadi dua wilayah persatuan.

Islamabad, yang mengelola sepertiga Kashmir, menolak tindakan itu, dan mengatakan bahwa Kashmir adalah wilayah sengketa yang diakui internasional di bawah resolusi Dewan Keamanan PBB yang telah lama ada. Tidak ada negara yang bisa mengubah status itu secara sepihak.

Kedua negara bersenjata nuklir itu mengklaim keseluruhan wilayah di Himalaya tersebut dan telah dua kali berperang untuk memperebutkannya.