Liputan6.com, Jakarta - Puluhan tentara telah tewas pada hari kedua di mana bentrokan antara pasukan Azerbaijan dan Armenia atas sengketa wilayah Kaukasus selatan masih berlanjut. Hal ini pun memicu seruan internasional untuk dilakukannya gencatan senjata segera.
Melansir laman The Guardian, Selasa (29/9/2020), banyak warga sipil juga terbunuh dan dikatakan termasuk di antara ratusan orang yang terluka dalam bentrokan paling sengit sejak 2016, di daerah yang menyediakan rute transit penting untuk gas dan minyak ke pasar internasional.
Advertisement
Baca Juga
Pertempuran telah dilaporkan sejak Minggu malam dan sepanjang Senin, dengan kedua belah pihak saling menuduh menggunakan artileri berat, menargetkan warga sipil dan mengerahkan tentara bayaran asing.
Otoritas yang menjalankan Nagorno-Karabakh mengatakan 28 lebih tentaranya telah tewas dalam pertempuran dengan pasukan Azerbaijan, sehingga jumlah total korban menjadi 59. Kementerian pertahanan wilayah itu juga melaporkan dua warga sipil tewas, yakni seorang wanita dan cucunya.
Sekitar 200 orang terluka dalam pertempuran itu, kata kementerian pertahanan Armenia pada Senin, sementara pihak berwenang Azerbaijan mengatakan 26 warga sipil terluka di pihak mereka.
Sedangkan pihak Armenia mengatakan sekitar 30 tentaranya telah terbunuh dan telah merebut kembali beberapa posisi yang hilang pada hari Minggu.
Ketegangan antar kedua negara telah meningkat selama berbulan-bulan di wilayah Nagorno-Karabakh, daerah yang secara hukum dianggap sebagai bagian dari Azerbaijan tetapi telah diduduki oleh etnis Armenia sejak mendeklarasikan kemerdekaan pada tahun 1991.
Berpotensi Tarik Kekuatan Regional
Para analis mengatakan konflik di persimpangan Eropa dan Asia berisiko menarik kekuatan regional yang lebih besar termasuk Rusia, Iran dan Turki. Bentrokan yang terakhir ini sangat memihak sekutu Azerbaijannya dan menyerukan agar "kependudukan" Armenia di wilayah yang disengketakan itu diakhiri.
"Begitu Armenia segera meninggalkan wilayah yang didudukinya, wilayah itu akan kembali ke perdamaian dan harmoni," kata presiden Turki, Recep Tayyip Erdoğan.
Kedua negara memiliki hubungan sejarah dan budaya yang kuat dan bekerja sama dalam beberapa proyek energi.
Kekuatan regional termasuk Iran dan Rusia telah bergabung dengan China, AS, Spanyol dan lainnya dalam paduan suara internasional yang mengutuk kekerasan dan menyerukan dimulainya kembali pembicaraan damai untuk menyelesaikan konflik yang telah berlangsung selama seabad di daerah tersebut.
"Kami berharap dan kami mendesak semua orang untuk melakukan segala yang mereka bisa untuk mencegah perang habis-habisan pecah, karena ini adalah hal terakhir yang dibutuhkan kawasan," kata juru bicara komisi Eropa Peter Stano wartawan di Brussel.
Banyak pihak menilai bahwa tidak ada solusi militer untuk konflik ini.
Advertisement
Timbulkan Kekhawatiran
Juru bicara Kremlin, Dmitry Peskov mengatakan pada hari Senin bahwa situasi di Nagorno-Karabakh "menimbulkan kekhawatiran bagi Moskow dan negara lain".
“Kami percaya bahwa permusuhan harus segera diakhiri,” katanya kepada wartawan, seraya menambahkan bahwa proses penyelesaian konflik antara kedua negara harus bergeser ke dimensi “politik-diplomatik”.
Kedua belah pihak telah berusaha untuk saling melemparkan sebagai agresor dalam bentrokan minggu ini, dengan parlemen Armenia pada hari Senin mengutuk apa yang disebut sebagai "serangan militer skala penuh" oleh Azerbaijan di wilayah yang disengketakan.
Para pejabat Armenia menuduh Turki memberikan bantuan intelijen dan militer ke Azerbaijan serta menyalurkan sekitar 4.000 pasukan milisi Suriah ke wilayah tersebut - klaim yang digambarkan Baku sebagai "omong kosong mutlak".