Sukses

British Council Indonesia Gelar Simposium Nasional Tentang Penilaian Bahasa Inggris

Simposium Nasional ke-3 diadakan oleh British Council Indonesia bersama Asosiasi Guru Bahasa Inggris di Indonesia (Teflin).

Liputan6.com, Jakarta - Simposium Nasional ke-3 ini dilaksanakan bagi seluruh guru Bahasa Inggris di Indonesia. Agenda yang dibahas di dalamnya meliputi standar dan sistem pendidikan.

Pada Kamis (1/10/2020), Webinar yang diadakan oleh British Council Indonesia beserta Asosiasi Guru Bahasa Inggris di Indonesia (Teflin) diisi oleh tiga narasumber yang berasal dari bidang Bahasa Inggris.

Ketiga narasumber yang didatangkan oleh British Council dan Teflin meliputi; Dr Jamie Dunlea (Peneliti Senior & Manajer dari ARG British Council), Sisilia Setiawati Halimi, Ph.D (Wakil Presiden II Teflin) dan Dr. Willy Renandya (Dosen Utama Nanyang Technological University).

Jalannya acara juga dipandu oleh Perwakilan dari British Council dan Teflin.

Masing-masing narasumber memberikan materi mereka mengenai penilaian kebahasaan, antara lain;

Saksikan video pilihan di bawah ini:

2 dari 4 halaman

Bagaimana Standar dan Kerangka Kerja Dapat Mendorong Sistem Pendidikan

Dr Jamie Dunlea membuka sesi webinar dengan materinya "Bagaimana Standar dan Kerangka Kerja Dapat Mendorong Sistem Pendidikan". Jamie mengatakan bahwa sistem pendidikan meliputi tiga hal yang saling berkesinambungan.

"Standar pendidikan meliputi tiga hal yang saling berkesinambungan yakni Kurikulum (curriculum), Pengajaran (delivery); yang meliputi pelatihan guru bahasa inggris; buku pelajaran & merancang kelas, Penilaian (assesment) yang meliputi formatif (tes setelah selesainya pokok bahasan) & sumatif (tes setelah selesainya sebuah program)," imbuhnya.

Jamie Dunlea juga menyinggung mengenai Common European Framework of Reference for Languages atau CEFR. Menurut Jamie, CEFR dapat berguna untuk memberikan dasar berprinsip untuk menyelaraskan kurikulum, materi, dan penilaian dari baik perspektif kuantitatif dan kualitatif.

CEFR sendiri terbagi menjadi beberapa tingkatan yaitu; C1 (pemula), C2 (dasar), B1 (menengah), B2 (menengah atas), A1 (lanjutan) & A2 (mahir).

Namun implementasi CEFR sendiri masih mengalami beberapa kendala. Kendala tersebut seperti; kurangnya bukti empiris untuk mengetahui hasil pembelajaran dan tingkat CEFR, negara yang menerapkan CEFR tidak menunjukan bukti empiris mengenai hasil pembelajaran, tidak semua guru mengetahui CEFR, CEFR hanya dianggap sebagai sertifikat formal untuk modal di dunia kerja.

Oleh karena itu, Jamie mengatakan ada baiknya negara menerapkan CEFR dengan mengadopsi standar internasional menjadi standar lokal agar lebih fleksibel, kaya akan paparan dan dapat memanipulasi tingkat tantangan.

3 dari 4 halaman

Tinjauan Praktik Bahasa Inggris di Indonesia Saat Ini

Sisilia Setiawati Halimi, Ph.D melanjutkan sesi dengan membicarakan bagaimana praktik Bahasa Inggris di Indonesia saat ini. Menurutnya negara-negara di dunia sedang atau telah mengadakan reformasi dalam pengajaran Bahasa Inggris dengan membuat kerangka acuan.

Namun, Indonesia hingga kini belum melakukan hal serupa. Kerangka acuan ini sangat berguna dalam membangun pendidikan nasional terutama dalam pendidikan Bahasa Inggris.

"Bahasa Inggris hingga kini masih menjadi muatan lokal di banyak sekolah di Indonesia. Selain itu, juga tidak ada dokumen yang menjelaskan secara eksplisit mengenai tingkat atau level Bahasa Inggris di Indonesia," imbuhnya.

Sisilia juga menambahkan bahwa perlu adanya penggunaan buku teks yang diterbitkan secara internasional, dimana buku tersebut diikuti dengan standar CEFR. Saat ini, kualitas pendidikan Bahasa Inggris masih bervariasi serta kerangka kualifikasinya juga tidak menjelaskan standar Bahasa Inggris secara spesifik.

Maka dari itu, Sisilia menyarankan untuk dibuatnya uji kemahiran berbahasa Inggris pada guru, siswa dan penilai. Penerapan CEFR akan menjadi solusi untuk kebutuhan kerangka nasional.

 

4 dari 4 halaman

Kemahiran Merupakan Hal Terpenting

Hal terakhir yang ingin dicapai dalam pengajaran Bahasa Inggris adalah kemahiran atau proficiency. Dr. Willy Renandya dalam hal ini menekankan bahwa kemahiran merupakan aspek yang paling penting.

"kemampuan menggunakan bahasa untuk berbagai tujuan komunikatif adalah bentuk nyata dari kemahiran," imbuhnya.

Menurutnya kemahiran dalam berbahasa memiliki banyak keuntungan bagi guru. Keuntungan tersebut seperti dapat dengan mudah menyampaikan materi, membuat materi, menyampaikan materi secara verbal dan mengatasi berbagai masalah perbincangan.

Indikator untuk mewujudkan kemahiran terbagi menjadi empat aspek, yakni; penyampaian bahasa yang akurat, kelancaran berbahasa, mengerti kompleksitas bahasa serta kesesuaian dalam berbahasa.

Ia juga menambahkan mengenai cara untuk meningkatkan kemahiran yakni dengan menambah wawasan ilmu pengetahuan dan mengasah kemampuan berbahasa.

 

Reporter: Ruben Irwandi