Sukses

PBB Didesak Bertindak Soal Pelanggaran Sipil Myanmar Terhadap Warga di Rakhine

Amnesti Internasional meminta PBB untuk segera mengambil tindakan terhadap ketidakadilan terhadap warga Rakhine di Myanmar.

Liputan6.com, Jakarta - Amnesty International telah meminta Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk mengambil tindakan segera terhadap Myanmar di hadapan Pengadilan Kriminal Internasional, di tengah semakin banyak bukti pelanggaran militer, termasuk penembakan tanpa pandang bulu terhadap warga sipil dalam konflik yang berlanjut dengan pemberontak bersenjata Arakan.

Melansir laman Al Jazeera, Senin (12/10/2020), dalam sebuah laporan yang dirilis pada hari Senin, pihak Amnesty Internasional mengatakan bahwa kesaksian langsung, foto dan bukti video yang diperoleh oleh kelompok tersebut menunjukkan militer Myanmar "sama sekali tidak menghargai penderitaan sipil" di daerah-daerah di pusat pertempuran.

“Tidak ada tanda-tanda konflik antara Tentara Arakan dan militer Myanmar mereda - dan warga sipil terus menanggung beban,” kata Ming Yu Hah, Wakil Direktur Regional untuk Kampanye Amnesty International.

Ming Yu Nah mengatakan bahwa pelanggaran itu berkembang "lebih mengejutkan dan lebih berani dari hari ke hari".

Beberapa insiden yang melibatkan warga sipil yang terluka atau terbunuh oleh ranjau darat dan pemboman telah dilaporkan di negara bagian Chin dan Rakhine dalam beberapa pekan terakhir.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

2 dari 2 halaman

Sejumlah Insiden Jadi Bukti

Salah satu kejadian terbaru terjadi pada 18 September, ketika seorang wanita Chin berusia 44 tahun tewas setelah menginjak ranjau darat saat mengumpulkan rebung di dekat pangkalan militer Myanmar di Paletwa.

Dalam insiden lain pada 8 September di Rakhine, seorang pekerja di kotapraja Myebon melaporkan bahwa ia telah mendengar pertempuran sengit yang menewaskan istri dan putri mereka.

Angkatan bersenjata Myanmar, juga dikenal sebagai Tatmadaw, telah memerangi Tentara Arakan, kelompok pemberontak yang mencari otonomi yang lebih besar untuk wilayah barat negara itu, termasuk negara bagian Rakhine dan Chin.

Rakhine juga merupakan rumah bagi puluhan ribu sebagian besar Muslim Rohingya, di mana banyak dari mereka terpaksa mengungsi ke Bangladesh setelah tindakan keras militer terpisah pada 2017.