Liputan6.com, Jakarta - Arab Saudi gagal menjadi anggota Dewan Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNHRC) untuk masa jabatan tiga tahun berikutnya yang dimulai pada 1 Januari mendatang.
Sementara China, Rusia dan Kuba terpilih pada Selasa, 13 Oktober dalam pemungutan suara yang menyebabkan protes di antara pembela hak asasi manusia.
Advertisement
Baca Juga
Rusia dan Kuba tampil tanpa lawan dalam pemilihan Majelis Umum PBB, demikian dikutip dari laman Aljazeera, Rabu (14/10/2020).
Arab Saudi dan China bersaing untuk keanggotaan bersama lima negara lain untuk memperebutkan empat tempat bersama Pakistan, Uzbekistan, dan Nepal.
Pakistan menerima 169 suara, Uzbekistan 164, Nepal 150, China 139 dan Arab Saudi 90 suara -- mengakhiri upaya Riyadh untuk kembali menjadi anggota badan hak asasi manusia PBB.
Lima belas negara terpilih menjadi anggota dewan 47 negara pada hari Selasa kemarin.
Human Rights Watch menilai China dan Arab Saudi sebagai "dua pemerintah paling kejam di dunia". Kelompok yang berbasis di New York itu juga menilai dan menyebut ada banyak kejahatan perang di Suriah yang menjadikan Rusia sebagai kandidat yang 'bermasalah'.
Para ahli mengatakan, dengan sejumlah negara dengan catatan hak-hak yang dipertanyakan terpilih, sistem masuk ke UNHRC saat ini sangat membutuhkan reformasi.
Simak video berikut ini:
Pandangan Pakar Hukum
Kevin Jon Heller, profesor hukum internasional di Universitas Kopenhagen, berkata: "Tentu sangat disesalkan bahwa negara-negara dengan catatan hak asasi manusia yang begitu buruk dapat dipilih menjadi anggota dewan. Tapi itulah sifat birokrasi PBB yang berantakan."
"Tidak ada cara untuk menghindari jenis kesepakatan 'ruang belakang' yang menghasilkan hasil seperti ini. Tidak ada bukti bahwa negara memperhitungkan catatan hak asasi manusia saat mereka memberikan suara."
Pemungutan suara pada Selasa kemarin dianggap menunjukkan betapa rusaknya reputasi internasional Arab Saudi dalam beberapa tahun terakhir.
Kritikus telah lama menilai dan mengecam catatan hak asasi manusia Riyadh. Dalam beberapa tahun terakhir, pihak berwenang telah mengumpulkan ratusan lawan politik yang dianggap sebagai lawan politik, menahan lebih dari belasan aktivis hak perempuan, dan melanjutkan eksekusi tahanan massal.
Advertisement