Liputan6.com, Bamako - Lebih dari 220 penjaga perdamaian PBB telah kehilangan nyawa mereka di Mali, sejak pertama kali ditempatkan pada 2013.
Terbaru, kepala Minusma Mahamat Saleh Annadif mengutuk serangan pada Kamis 15 Oktober dengan mengatakan penjaga perdamaian "tidak bisa diintimidasi".
"Saya ingat bahwa serangan terhadap pasukan penjaga perdamaian PBB dapat dianggap sebagai kejahatan perang menurut hukum internasional," katanya.
Advertisement
Baca Juga
Sebelumnya, anggota penjaga perdamaian PBB tewas di Mali utara dan lainnya terluka parah setelah kendaraan mereka terkena bom pinggir jalan pada Kamis 15 Oktober, kata misi PBB itu.
Dikutip dari laman news24.com, Jumat (16/10/2020) ledakan itu terjadi sekitar 50 kilometer di selatan kota utara Kidal, dalam kekerasan terbaru yang melanda negara bagian Sahel yang dilanda konflik.
Seorang guru di kota terdekat Anefis mengatakan kepada AFP bahwa kontingen Mesir dari misi penjaga perdamaian PBB di Mali telah melindungi konvoi pasokan ketika menghantam ranjau darat.
Mali telah berjuang untuk menahan pemberontakan jihadis yang pertama kali muncul di utara pada tahun 2012, dan sejak itu menyebar ke pusat negara dan tetangganya Burkina Faso dan Niger.
Simak video pilihan di bawah ini:
13 Ribu Tentara Dikerahkan di Mali
Para pemimpin Afrika Barat menambah tekanan ada pada Mali setelah kudeta.
Ribuan tentara dan warga sipil telah tewas dalam konflik tersebut hingga saat ini, dan ratusan ribu lainnya harus mengungsi dari rumah mereka.
Perserikatan Bangsa-Bangsa memiliki sekitar 13.000 tentara yang dikerahkan di Mali sebagai bagian dari misi penjaga perdamaiannya - yang dikenal sebagai Minusma.
Advertisement