Liputan6.com, Jakarta - Pemilihan presiden Amerika Serikat akan menjadi penentu kesuksesan hingga kegagalan bagi planet ini setelah empat tahun di mana Donald Trump menggagalkan upaya global untuk memangkas emisi.
Para pakar iklim memperingatkan sekaligus khawatir bahwa pemilihan ulangnya dapat membahayakan peluang dunia untuk menghindari bencana pemanasan global.Â
Menurut laporan Channel News Asia, Senin (19/10/2020), dalam satu tahun yang didominasi oleh pandemi Virus Corona COVID-19, tanda-tanda peningkatan dampak brutal perubahan iklim mulai terlihat dengan rekor tingginya suhu, hilangnya es laut, dan kebakaran hutan yang sangat besar menghanguskan bagian Lingkaran Arktik, lembah Amazon dan wilayah AS sendiri.
Advertisement
Para ilmuwan mengatakan jendela peluang untuk menahan pemanasan bumi semakin menyempit dengan cepat.
Batas waktu ini memperbesar signifikansi global dari pilihan pemilih Amerika antara Trump dan penantang dari Demokrat, Joe Biden untuk memimpin negara penghasil emisi terbesar kedua di dunia selama empat tahun ke depan.
Â
Keputusan Trump Pengaruhi Iklim
Trump, yang menggambarkan perubahan iklim sebagai tipuan, telah menggandakan dukungan untuk mencemari bahan bakar fosil dan mencabut atau membatalkan sejumlah standar lingkungan.
Dan hanya sehari setelah pemungutan suara AS pada 3 November, negara itu secara resmi akan menarik diri dari perjanjian Paris, kesepakatan internasional yang bertujuan untuk menahan emisi dan mencegah pemanasan yang tak terkendali.
Tindakan tanda tangan Trump tentang gangguan iklim "telah mengurangi pendirian moral kita, membawa kita dari pemimpin ke belakang kelompok", kata ilmuwan iklim Michael Mann kepada AFP.
Tanpa kepemimpinan AS dalam iklim, "Saya khawatir seluruh dunia tidak akan menanggapi kewajiban mereka dengan cukup serius untuk mengurangi emisi pada waktunya untuk mencegah dampak terburuk perubahan iklim," katanya.
"Itulah mengapa saya menyebut ini pemilihan yang berhasil atau gagal dalam hal iklim."
Â
Advertisement
Pemanasan Global
Bumi sejauh ini telah memanas dengan rata-rata sebesar satu derajat Celcius di atas tingkat pra-industri, cukup untuk meningkatkan intensitas gelombang panas yang mematikan, kekeringan, dan badai tropis.
Perubahan iklim yang didorong oleh gas rumah kaca dari pembakaran bahan bakar fosil, telah meningkat pesat dalam beberapa dekade terakhir.
Perjanjian Paris 2015 dimaksudkan untuk mulai mengerem.
Berdasarkan kesepakatan itu, negara-negara sepakat untuk membatasi pemanasan global pada "jauh di bawah" 2 derajat Celcius.
AS berupaya mengurangi emisinya sebesar 26 persen menjadi 28 persen di bawah tingkat 2005 pada tahun 2025.
Pada tahun 2016, pemilihan Trump menandai penguraian janji itu, yang berpuncak pada sumpah untuk menarik diri sepenuhnya dari kesepakatan Paris.