Sukses

Twitter Hapus Kicauan Mahathir Mohamad yang Komentari Serangan di Prancis

Unggahan eks PM Malaysia Mahathir Mohamad muncul tak lama setelah serangan pisau dengan kekerasan di Nice, Prancis yang menewaskan tiga orang.

Liputan6.com, Kuala Lumpur - Platform jejaring sosial Twitter pada Kamis 29 Oktober 2020, menghapus tweet mantan Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad, karena melanggar aturan yang melarang untuk mendukung kekerasan.

Unggahan itu muncul tak lama setelah serangan pisau dengan kekerasan di Nice, Prancis yang menewaskan tiga orang.

Tweet itu memicu ledakan kemarahan di media sosial dengan banyak pengguna mengkritik mantan perdana menteri Malaysia Mahathir Mohamad.

Cedric O, Sekretaris Sektor Digital Prancis juga mengecam unggahan tersebut dan mendesak Twitter untuk menangguhkan akun mantan perdana menteri Malaysia tersebut dan mengatakan dalam sebuah tweet: "Jika tidak, Twitter akan menjadi kaki tangan seruan resmi untuk pembunuhan," demikian seperti dikutip dari NDTV, Sabtu (31/10/2020).

"Saya baru saja berbicara dengan Managing Director Twitter Prancis. Akun mantan PM Malaysia Mahathir Mohamad harus segera ditangguhkan. Jika tidak, Twitter akan menjadi kaki tangan seruan resmi pembunuhan," cuit Cedric O.

Twitter pertama kali menandai tweet Mahathir Mohamad dengan disclaimer yang menyatakan bahwa postingan tersebut melanggar peraturannya. Situs jejaring tersebut kemudian menghapus sepenuhnya tweet tersebut tetapi membiarkan sisa utas Twitter tetap utuh.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Latar belakang

Hal itu terjadi menyusul kritik Presiden Prancis Emmanuel Macron terhadap Islam radikal setelah seorang guru sekolah, dipenggal kepalanya oleh seorang anak berusia 18 tahun karena memperlihatkan kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad di kelas.

Dalam utas 13 tweet, Mahathir Mohamad memposting dari akun Twitter pribadinya mengecam Macron karena tidak "beradab" dan karena "sangat primitif dalam menyalahkan agama Islam dan Muslim atas pembunuhan guru sekolah".

Pernyataan Menteri Luar Negeri Prancis muncul setelah serangan lain pada Kamis 29 Oktober di mana seorang pria yang memegang pisau menewaskan dua wanita dan seorang pria di Basilika Notre-Dame di Nice dan melukai beberapa lainnya. Polisi menahan penyerang dan melakukan penyelidikan atas dasar dugaan terorisme.

Serangan di Nice diikuti oleh upaya menusuk pisau di kota Avignon di tenggara Prancis dan satu lagi di Konsulat Prancis di Arab Saudi.

Beberapa hari yang lalu, Samuel Paty, seorang guru sekolah, dipenggal kepalanya oleh seorang remaja berusia 18 tahun di pinggiran kota Paris setelah dia menunjukkan kartun yang menggambarkan Nabi selama pelajaran. Paty secara anumerta dianugerahi penghargaan tertinggi Prancis, Legiun d'Honneur, dan diperingati dalam upacara nasional di Universitas Sorbonne di Paris.