Sukses

Imam Besar Masjidil Haram Buka Suara soal Kartun Nabi hingga Islam Dilabeli Radikal

Imam Besar Masjidil Haram menyampaikan pesan mengenai sejumlah peristiwa yang berkaitan dengan karikatur Nabi Muhammad dan Islam yang dilabeli sebagai radikal.

Liputan6.com, Mekah - Imam Besar Masjidil Haram sekaligus Kepala Presidensi Umum untuk Urusan Dua Masjid Suci, Syeh Abdur-Rahman Al-Sudais, menyampaikan pesan mengenai sejumlah peristiwa yang berkaitan dengan karikatur Nabi Muhammad dan Islam yang dilabeli sebagai radikal.

Kedua hal tersebut tengah menjadi sorotan, menyusul beragam insiden kekerasan di Prancis hingga berujung Presiden Emmanuel Macron yang menyematkan label Islam sebagai radikal-fanatik.

Pesan tersebut disampaikan Syeh Sudais dalam mimbar Jumat (30/10), Masjidil Haram Makkah, Arab Saudi.

"Sesungguhnya kami melancarkan dari mimbar yang mulia ini-mimbar kebaikan, kebenaran, dan perdamaian- seruan yang tulus secara global kepada seluruh dunia di segala penjuru dan tempat, agar berhias dengan akhlak Nabi yang mulia shallallahu 'alaihi wasallam, penyeru kepada perdamaian yang menyeluruh, kasih sayang yang sempurna antara pengikut syariat yang berbeda-beda tanpa menyakiti atau berselisih, atau mengeluarkan ejekan atau makian terhadap semua simbol agama, khususnya pribadi para Nabi yang suci shalawatullahi 'alaihim ajma'in," ujar Syeh Sudais sebagaimana dilaporkan oleh Saudi Press Agency (SPA), dikutip dari Antara, Sabtu (31/10/2020).

Atas nama satu miliar delapan ratus juta orang Islam, lanjut Syeh Sudais, mengecam dengan tegas dan menentang dengan keras pernyataan yang bertindak lalim terhadap kedudukan kenabian dan risalah, khususnya Nabi Muhammad.

"Tidaklah karikatur penghinaan dan aksi buruk kecuali bagian dari terorisme dan radikalisme yang mengobarkan kebencian, dan rasisme yang amat dibenci," ujar sang Imam Besar Masjidil Haram.

Syeh Sudais mengungkapkan kebebasan berekpresi bukan dengan mengarahkan penghinaan atau olokan terhadap kesucian dan simbol agama.

Hal itu  adalah pelanggaran terhadap etika dan adat istiadat dan ditolak atas pelakunya. Menurut Syeh Sudais, kebebasan berpendapat semestinya menjaga nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai perasaan orang lain.

Dan jika hal itu menyimpang dari nilai-nilai tersebut, maka sesungguhnya ia merusak pengertian moral bagi kebebasan.

"Penghinaan yang seperti ini sebenarnya melayani orang-orang yang berpikir radikal yang ingin menyebarkan kebencian antara komunitas kemanusiaan. Sementara Islam bersih dari semua ini dan yang demikian," ujar Imam Besar Masjidil Haram itu.

Simak video pilihan berikut:

2 dari 2 halaman

Bersih dari Label Tuduhan Terorisme

Syeh Abdur-Rahman Al-Sudais juga mengatakan bahwa Islam bersih dari label tuduhan terorisme.

"Karena Islam adalah agama toleransi, kasih sayang dan merapatkan antara satu sama lain," ujar Sheikh Sudais dalam mimbar Jumat (30/10), Masjidil Haram Makkah, Arab Saudi.

Tidak ada pada Islam, lanjut dia, tindakan terorisme atau radikalisme atau sabotase atau ejekan atau olokan atau membedakan antara Nabi-nabi dan Rasul-rasul Allah SWT.

Syeh Sudais juga menyerukan agar umat muslim menahan emosi, provokasi, maupun berbagai aksi serta tindakan.

Tindakan lalim tersebut tidak akan dapat menyentuh sedikit pun kedudukan para Nabi dan Risalah.

"Allah berfirman dalam surat al-Maidah ayat 67, dan Allah memelihara engkau dari (gangguan) manusia," ujar Syeh Sudais.

Presiden Macron pada 2 Oktober 2020 menyampaikan pidato di hadapan anggota dewan, kepala daerah, dan perwakilan kelompok masyarakat sipil, terkait pentingnya mempertahankan nilai-nilai mendasar di Prancis.

Ia turut menyampaikan beberapa pernyataan terkait Islam dan radikalisme.

Berselang beberapa pekan kemudian dan setelah kematian Samuel Paty, seorang guru di Prancis, Presiden Macron kembali menegaskan pemerintah bersama rakyat Prancis akan terus mempertahankan nilai-nilai kebebasan yang jadi dasar terbentuknya republik.

Lewat pidatonya yang disampaikan di Les Mureaux, Macron menyebut ancaman masyarakat Prancis adalah "Islam separatis."

Istilah itu, menurut Macron, merujuk pada sekelompok penganut Islam ekstremis/fanatik yang "melenceng" dari nilai-nilai Republik.