Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Amerika Serikat, melalui United States Trade Representative (USTR) secara resmi telah mengeluarkan keputusan untuk memperpanjang pemberian fasilitas Generalized System of Preferences (GSP) kepada Indonesia.Â
Perpanjangan preferensi tarif GSP ini disambut baik oleh Pemerintah Indonesia.
Keputusan ini diambil setelah USTR melakukan review terhadap fasilitas GSP untuk Indonesia selama kurang lebih 2,5 tahun sejak Maret 2018.
Advertisement
Baca Juga
GSP merupakan fasilitas perdagangan berupa pembebasan tarif bea masuk yang diberikan secara unilateral oleh Pemerintah Amerika Serikat kepada negara-negara berkembang di dunia sejak tahun 1974.
Fasilitas GSP ini pertama kali diterima oleh Indonesia pada tahun 1980.
Pengumuman perpanjangan GSP oleh Pemerintah AS ini dibuat hanya berselang sehari usai pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo di Jakarta pada tanggal 29 Oktober 2020.
"Pemberian fasilitas GSP merupakan salah satu wujud konkret kemitraan strategis antara kedua negara yang tidak hanya membawa manfaat positif bagi Indonesia, melainkan juga bisnis di AS," ujar Menlu Retno.
Berharap Dapat Tingkatkan Ekspor
Dengan perpanjangan pemberian fasilitas GSP ini diharapkan nilaiekspor Indonesia akan semakin meningkat.
Dari Januari-Agustus 2020 di tengah pandemic nilai ekspor Indonesia yang menggunakan fasilitas GSP tercatat USD 1.87 milyar atau naik 10.6 persen dibandingkan periode yang sama ditahun sebelumnya.
Isu mengenai GSP ini selalu dibawakan oleh Indonesia dalam semua kesempatan pertemuan dengan AS.
Advertisement
Ikut Dibahas dalam Kunjungan Pompeo
Menlu Retno turut menambahkan bahwa isu ini pun ikut dibahas bersama dengan kunjungan Menlu AS Mike Pompeo ke Indonesia beberapa waktu lalu.Â
"Dalam kunjungan Menlu AS 3 hari yang lalu ke Indonesia baikdalam pertemuan bilateral dengan saya dan kunjungan kehormatankepada Presiden RI isu GSP ini juga kita bahas bersama," ujar Menlu Retno dalam press briefing dengan media pada Minggu (1/11/2020).
Pemberian fasilitas GSP ini merupakan salah satu wujud konkret kemitraan strategis kedua negara yang tidak hanya membawa manfaat positif bagi Indonesia namun juga menguntungkan bisnis AS.
"Keputusan USTR ini tentunya kita sambut dengan baik dan mudah-mudahan dapat terus kita manfaatkan untuk memperkuat perdagangan kita dengan AS," tambah Menlu Retno.
Perdagangan yang kuat antara Indonesia-AS diharapkan akan menjadi katalis bagi peningkatan investasi kedua negara.
AS merupakan negara tujuan ekspor non migas terbesar RI kedua setelah RRT, dengan total nilai perdagangan dua-arah mencapai USD 27 milyar pada tahun 2019.
Dalam beberapa tahun terakhir ini, pemberian perpanjangan fasilitas GSP oleh AS relatif jarang terjadi. Bahkan sejumlah negara yang menjadi mitra dagang AS, seperti India dan Turki, tahun 2019 lalu telah dihentikan fasilitas GSP mereka.
Tanggapan Menteri Luhut
Menurut Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan, di tengah menurunnya perdagangan internasional akibat pandemi Covid-19, pemberian fasilitas GSP ini akan membantu meningkatkan kinerja ekspor Indonesia ke AS.
Menko Luhut Pandjaitan juga menambahkan bahwa dalam rangka menegaskan komitmen Pemerintah Indonesia untuk terus mengoptimalkan tingginya potensi kerjasama di bidang ekonomi dan perdagangan kedua negara, baik pada saat ini maupun di masa mendatang, Indonesia akan mengusulkan diadakannya negosiasi Limited Trade Deal (LTD) atau Kesepakatan Perdagangan secara terbatas antara Indonesia dan AS.
"LTD, yang akan mencakup kerjasama perdagangan, investasi hingga sektor informasi, komunikasi dan teknologi, diharapkan dapat membantu mendongkrak perdagangan dua arah Indonesia dan AS hingga mencapai US$ 60 milyar pada tahun 2024," ujarnya.
Tingginya intensitas kerjasama di bidang perdagangan antara kedua negara juga menjadi katalis yang efektif bagi peningkatan arus investasi dua pihak, termasuk dari AS ke Indonesia.
Advertisement