Liputan6.com, Bangkok - Para demonstran yang terus menyuarakan aksinya di jalanan, dan bahkan menulis surat kepada Raja Thailand Maha Vajiralongkorn.
Dalam surat itu, mereka menyampaikan kesulitan mereka sebagai bagian dari gerakan pro-demokrasi yang telah mendorong seruan berani untuk mereformasi kerajaan itu, demikian dikutip dari laman VOA Indonesia, Selasa (10/11/2020).
Advertisement
Baca Juga
Sebagian mahasiswa yang mempelopori upaya reformasi itu membagi-bagikan kertas, pulpen dan amplop kepada ribuan orang Thailand.
Surat-surat itu kemudian dimasukkan dalam sebuah kotak pos berukuran besar yang tampaknya merupakan bekas tempat sampah. Kotak-kotak ini kemudian akan didorong ke Istana Kerajaan yang letaknya tidak terlalu jauh dari titik pengumpulan surat itu.
Demonstran Ditembaki Meriam Air
Namun, sejumlah bis dan polisi anti-huru hara dengan meriam air memblokir para demonstran ketika mereka mendekati kompleks kerajaan.Â
Demonstrasi masih menghiasi Negeri Gajah Putih tersebut. Pada Selasa, 3 November seorang pemimpin utama protes prodemokrasi Thailand bersikeras menyatakan bahwa gerakan yang dipimpin mahasiswa tidak akan mundur dari tuntutannya yang paling kontroversial, yakni kerajaan harus menjalani reformasi.
Arnon Nampha, yang sehari-hari bekerja sebagai pengacara, juga mengatakan kepada kerumunan di luar Penjara Bangkok, Thailand bahwa gerakan itu akan mengadakan demonstrasi besar-besaran di depan parlemen jika rancangan amendemen konstitusi yang dituntut para pengunjuk rasa tidak disetujui dalam sesi berikutnya, yang dijadwalkan pada pertengahan November.
"Ketika parlemen dibuka, dan mereka tidak meloloskan rancangan amendemen konstitusi, kami akan menutup parlemen dengan tangan kami sendiri," kata Nampha.
Â
Saksikan Video Berikut Ini:
PM Thailand Diminta Mundur
Gerakan tersebut menginginkan Perdana Menteri Prayuth Chan-ocha untuk mundur, konstitusi diubah agar lebih demokratis, dan monarki direformasi untuk membuat kegiatannya lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan. Para pengunjuk rasa telah melangsungkan demonstrasi hampir setiap hari di berbagai penjuru negara itu, beberapa di antaranya bahkan melibatkan lebih dari 10.000 orang.
Arnon berbicara kepada lebih dari 100 pendukungnya yang berkumpul di luar penjara setelah dia dan tiga pemimpin protes lainnya dibebaskan dari penjara setelah pengadilan menolak untuk mengabulkan permohonan polisi untuk memperpanjang masa penahanan mereka.
Polisi telah mengajukan puluhan dakwaan terhadap mereka sehubungan dengan beberapa protes, mulai dari penggunaan pengeras suara secara ilegal di depan umum hingga penghasutan. Akibatnya, sebagian besar di antara mereka pernah beberapa kali keluar-masuk penjara.
Arnon mengatakan gerakan protes bersikeras mengajukan tiga tuntutannya. Dan seandainya pun, pengunduran diri perdana menteri dan perubahan konstitusi dipenuhi, gerakan protes tetap menuntut reformasi kerajaan.
Para pengunjuk rasa meyakini bahwa kerajaan memiliki terlalu banyak kekuasaan, tetapi bagi para pendukung kerajaan, kerajaan adalah institusi yang tidak tersentuh yang merupakan jantung dan jiwa bangsa. Kritik publik terhadap kerajaan belum pernah terjadi sebelumnya, dan undang-undang lese majeste membuat pencemaran nama baik raja dan keluarga dekatnya bisa dikenai hukuman hingga 15 tahun penjara.
Demonstrasi tandingan yang muncul sebagai reaksi terhadap gerakan prodemokrasi menyatakan bahwa mereka membela kerajaan. Dalam penampilan langkanya baru-baru ini, Raja Maha Vajiralongkorn dan sejumlah anggota keluarga kerajaan lainnya berusaha memperkuat kecintaan warga Thailand pada kerajaan dengan melakukan tur jalan kaki. Mereka bertatap muka dan berdialog dengan anggota masyarakat yang memuja mereka
Advertisement