Liputan6.com, Jakarta - Negara-negara dengan ekonomi kuat dan pendidikan maju dapat mengebut untuk mencari vaksin COVID-19. Tentunya, itu tak bisa dilakukan semua negara.
Sebuah pertanyaan lantas muncul: bisakah vaksin malah menjadi seperti instrumen kekuasaan?
Advertisement
Baca Juga
Perwakilan dari Inggris, Rusia, dan WHO sama-sama tidak setuju akan pandangan itu.
Darren Welch, Direktur Kesehatan Global dari, Kantor Luar Negeri, Persemakmuran, dan Pembangunan Inggris, menyebut tujuan seperti itu malah membuat negara terlihat buruk.
"Itu akan terlihat sangat buruk jika sebuah negara ingin memakainya seperti itu saat kita menghadapi krisis global. Sejarah akan melihat itu dengan buruk," ujar Darren Welch dalam acara Global Townhall yang digelar FPCI, Jumat (20/11/2020).
Meski demikian, Darren Welch memaklumi bila sebuah institusi mereka bangga karena berhasil menemukan vaksin COVID-19.
Perwakilan dari Rusia juga berkata vaksin adalah instrumen kesehatan, bukan senjata. Vaksin diakui bisa menjadi prestise dan "soft power", namun yang penting adalah vaksinnya aman.
"Instrumen prestise, mungkin iya, tapi itu harusnya tak masalah," ujarnya. Vladimir Primak, Direktur Russian Direct Investment Fund. "Pertanyaan tentu ini harus diteliti dengan sesuai, ini harus terbukti aman."
Sementara, perwakilan dari aliansi vaksin global menyebut WHOÂ yakin vaksin COVID-19 tak akan menjadi alat politik. Ini terlihat dari program COVAX juga didukung banyak negara
"Tanpa keraguan, vaksin akan menjadi hal yang paling kuat di pandemi ini, tetapi apa yang kami lihat, dukungan kepada COVAX adalah testimoni terbaik bahwa (vaksin) tak akan menjadi alat politik," ujar Elen Hoeg, senior manager policy dari Coalition for Epidemic Preparedness Innovations (CEPI).
Â
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Izin Edar Vaksin Merah Putih Diproyeksikan Keluar Akhir 2021
Juru Bicara Satgas Penanganan COVID-19 Wiku Adisasmito mengatakan vaksin virus corona buatan dalam negeri yang dinamai merah putih ditargetkan dapat di didistribusikan pada awal 2022. Pasalnya, bibit vaksin merah putih baru bisa diserahkan ke Bio Farma pada 2021.
Setelah itu, Bio Farma harus terlebih dahulu melakukan uji klinis fase I sampai III guna memastikan bahwa vaksin Covid-19 merah putih aman digunakan ke manusia. Jika berhasil mengantongi izin edar, barulah vaksin dapat didistribusikan ke seluruh Indonesia.Â
"Jika seluruh tahapan uji klinis ini berjalan baik, maka izin edar vaksin merah putih diproyeksikan diperoleh pada akhir 2021 dan didistribusikan pada awal 2022," ujar Wiku dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Kamis 19 November 2020.
Adapun vaksin merah putih ini dikembangkan oleh konsorsium nasional yang melibatkan Lembaga Biologi Molokuler Eijkman, perguruan tinggi, dan lembaga-lembaga penelitian. Wiku memastikan bahwa pemerintah terus memantau proses pengembangan vaksin Covid-19 tersebut.
"Kami terus kawal dan dukung pengembangan vaksin ini dengan baik. Dengan harapan bisa segera selesai dan bisa digunakan," kata Wiku.Â
Advertisement
Jokowi Tegaskan Hanya Beli Vaksin COVID-19 yang Terdaftar di WHO
 Presiden Joko Widodo atau Jokowi masih enggan menyebutkan kandidat vaksin Covid-19 yang akan didatangkan ke Indonesia. Namun, dia menegaskan, pemerintah hanya membeli dan memakai vaksin Covid-19 yang telah terdaftar di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Kita akan membeli vaksin itu dari perusahaan, merek yang ada di dalam daftar list-nya WHO. Saya enggak berbicara mereknya apa. Asal sudah ada di dalam list-nya WHO, itu yang akan kita berikan (ke masyarakat)," jelas Jokowi dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Rabu 18 November 2020.Â
Menurut dia, pemerintah mengupayakan vaksin Covid-19 masuk ke Indonesia pada November atau paling lambat Desember 2020. Namun, vaksin Covid-19 harus terlebih dahulu melalui sejumlah tahapan setibanya di Indonesia.
Salah satunya, vaksin Covid-19 harus mengantongi izin Emergency Use of Authorization dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Proses ini setidaknya membutuhkan waktu sekitar 3 minggu.
"Setelah mendapatkan izin dari BPOM baru kita lakukan vaksinasi," ujar Jokowi.
Â
Infografis COVID-19:
Advertisement